Rumah Adat Wologai Dalam Sistem Kepercayaan dan Kolektivitas

Rmh Adat Dize Wogo (Wologai)
Bangun Rumah Adat Dize Wogo (Wologai)

Ende, 8 Agustus 2015 – Komunitas adat Wologai yang terletak di Kecamatan Ende Kabupaten Ende, memperbaiki rumah adat Dize Wogo yang dilakukan per tiga tahun sekali. Rumah adat Dize Wogo ini sebagai  bagian untuk mempertahankan kebudayaan masyarakat adat. Pengerjaan rumah adat ini berlangsung selama 3 hari (5 s/d 8/ Agustus/ 2015 lalu).

Dalam kroses kerja membangun rumah adat ini mosalaki (tetua adat) melibatkan seluruh anggota masyarakat adat mulai kaum muda, orang tua, dan kaum perempuan. Khusus untuk kerja rumah adat ini mosalaki hanya melibatkan laki-laki mulai dari kaum muda sampai orang Tua yang bisa bersama-sama melakukan proses Pembangunan rumah adat, sedangkan untuk perempuan menyiapkan makan masing-masing di rumah.
Kami kema sao adat dize wogo na to hari kamis sampai no hari sabtu,kema sao na tiga tahun sekali. To’o hari kamis kami kema ganti seluruh postur rumah adat, “kata Wilhemus Weto Tokoh adat Wologai.
Kerja rumah adat ini sebagai bagian untuk mempertahakan kebudayaan masyarakat adat dan juga sudah menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan oleh leluhur masyarakat adat komunitas Wologai.

Sesungguhnya hubungan antara kepercayaan kepada leluhur, alam dan manusia yang ada di komunitas sampai saat ini masih sangat erat. Hal ini terlihat saat kerja perbaikan rumah adat tersebut, ketiga unsur ini berjalan beriringan untuk melancarkan pembangunan rumah adat Wologai. “Kema sao ko Dize wogo na klu Dheko no aze parasai ki sama we’e kami kema gambar manusia, sebab sao adat na ozo fonga ko Dize wogo. Sao (rumah) adat sesuai bentuk yang ada adalah ciri dari seorang manusia yang tinggi besar dan mempunyai kesaktian cukup tinggi dalam perang mempertahankan wilayah tanah adat, “ungkap Yosep Nai.

Menurut Yoseph Nai bahwa rumah adat ini adalah bentuk dari seorang manusia, karena memiliki tiang lima dan kerangka rumah menunjukan badan manusia yang memiliki posisi untuk mempertahankan tanah. Mengapa tiangnya ada lima, karena manusia pada dasarnya berjalan bongkok, kakinya dua, tangan dua dibantu tongkat. Inilah ciri manusia dulu dalam mempimpin perang merebut kembali tanahnya. Dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat adat Wologai lima dasar itu menjadi fondasi awal dalam membangun sebuah tatanan kehidupan masyarakat adat, mulai dari sistem kepercayaan sampai pada bentuk partisipatif komunitas dalam menjaga warisan leluhur.

Sakral

Selama pengerjaan perbaikan rumah adat ini musik gong lamba dibunyikan sebagaimana yang ditentukan dalam proses pengerjaan rumah adat. Ada kepercayaan komunitas adat Wologai bahwa jika dalam pengerjaan rumah adat seluruh penghuni yang berada di tanah adat Siga Ria watu rembu Bewa harus tertib dan tunduk untuk mengikuti kegiatan itu. Dalam perjalanan saat mencari bahan ramuan pembuatan rumah adat ini, sepanjang perjalanan tidak boleh berpapasan dengan sesama manusia atau orang lain di luar orang yang ditentukan oleh tokoh adat. Menurut kepercayaan mereka jika dilanggar sanksinya berat dan itu merupakan hukum adat di komunitas adat Wologai.

Pembuatan rumah adat ini, sangat sakral karena tokoh adat Wologai mempersatuakan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Semua bahan ramuan diambil dari hasil hutan, mulai dari bahan pewarna motif rumah, kayu dan atap dari sebuah rumah diambil dari hasil hutan, dan dari kesemuanya ini dikenal istilah adat adalah haa,i zima, ( tiang dari rumah) toko kasa (ramuan badan rumah dan zuka zambu ( atap serta dinding rumah ).

“Model dan bentuk dari rumah adat ini sudah ada sejak 500-an tahun silam, dan proses perawatan dan penjagaan terus dilakukan setiap 3 tahun sekali dengan durasi kerja selam 3- 6 hari sesuai dengan kerusakan dari sebuah bangunan rumah adat ini.”jelas Pius raka.

Diakhir pengerjaan rumah adat Dize Wogo ini Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN )Wilayah Nusabunga diberi kesempatan untuk mensosialisasi Perjuangan Masyarakat adat di Indonesia saat ini. Ada Beberapa hal yang disampaikan antara Lain RUU PPHMA, Satgas Masyarakat adat, Perda PPHMA Kabupaten Ende dan Keputusan MK Nomor 35/PUU-X/2012. “Untuk memperjuangkan hal tersebut ada yang harus segera dilakukan oleh masyarakat adat antara lain identifikasi diri komunitas adat, siapa itu masyarakat adat, bagaimana hukum adatnya, kearifan masyarakatnya, kelembagaan adat dan hutan adat.

Saat ini komunitas adat harus bisa menunjukan jati diri dan kehidupannya sebagai masyarakat adat, sebab untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari negara kita harus bisa menunjukan warisan leluhur yang telah diturunkan secara turun temurun,” pungkas Yulius F. Mari Pengurus AMAN Nusa Bunga.

Menurut Yulius, Yang harus segera dirujuk adalah kelembagaan adat, hukum adat, wilayah hutan dan tanah adat, kearifan budaya, simbol –simbol adat seperti rumah adat dan peninggalan lainnya, dan sejarah keberadaan komunitas adat. “Bagi Komunitas adat Wologai unsur-unsur itu sudah ada dan perlu untuk terus dipertahankan, sehingga dapat disebutkan masyarakat adat jika hal-hatersebut dapat dibuktikan,” ujarnya ***Jhuan Mari.

One comment

Comments are closed.