Petakan Wilyah Adatmu Sebelum Orang Lain Memetakannya

Sejarah, Budaya, Adat Istiadat Tak Terpisahkan

Pelatihan Pemetaan
Pelatihan Pemetaan Wilyah Adat

Tumbang Malahoi 30/9/2015 – Masih ingat acara dua tahun lalu, saat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan Rapat Kerja Nasional di Komunitas Tumbang Malahoi Kabupaten Gunung Mas. Peristiwa tersebut menjadi momentum bagi komunitas Tumbang Malahoi untuk mengenal AMAN sebagai organisasi masyarakat adat dan mengenal lebih jauh akan hak-hak mereka sebagai masyarakat adat yang belum diakui, sehubungan dengan hak pengelolaan wilayah adat.

Tumbang Malahoi merupakan salah satu ikonik Kabupaten Gunung Mas, karena menyimpan banyak cerita bersejarah dan merupakan salah satu kampung tertua di Kecamatan Rungan. Tidak heran jika Malahoi dikenal oleh banyak kalangan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu tonggak sejarah yang masih berdiri sampai hari ini adalah Betang Toyoi (rumah adat) didirikan oleh tokoh masyarakat adat Tumbang Malahoi bernama Toyoi.
Sejarah, Budaya,

Dalam pemetaan profil wilayah adat itu menekankan bahwa sejarah, budaya, adat istiadat penting, sebab antara wilayah adat dan masyarakat adatnya tidak terpisahkan. Masyarakat Tumbang Malahoi memandang bahwa hutan tidak hanya menyediakan kebutuhan-kebutuhan kehidupan mereka, tapi diyakini sebagai sarana mereka berhubungan dengan leluhurnya. Di dalam hutan ada budaya, di dalam hutan juga ada ritual-ritual adat mereka. Hal inilah yang membuat komunitas Tumbang Malahoi berinisiatif untuk menegaskan kembali tentang hubungan-hubungan masyarakat adat terhadap hutannya lewat pemetaan wilayah adat.

Mereka meyakini jika wilayah adat itu kepunyaan masyarakat adat setempat, harus bisa dibuktikan dengan bukti otentik dan tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah, salah satunya peta wilayah adat.
Peta wilayah adat ini tidak akan terlaksana jika tidak mempunyai landasan sosial yang kuat dari masyarakat adatnya, baik itu dari penulisan sejarah komunitas, penyusunan hukum adat tentang pengelolaan wilayah adat, kemudian mengidentifikasi tempat-tempat yang dianggap oleh masyarakat adat sebagai tempat bersejarah seperti kaleka, pahewan, tajahan dan lain sebagainya.

Pada tahap awal salah satu yang dapat dilakukan adalah pelatihan pemetaan wilayah adat, dimana dalam pelatihan tersebut masyarakat adat ditekankan menghidupkan kembali semangat musyawarah dan mufakat yang ada di komunitas masyarakat adat yang kini mulai hilang. Apalagi pemetaan wilayah adat yang di usung oleh AMAN ini berbicara tentang partisipatif, maka keterlibatan masyarakat adat baik itu perempuan dan laki-laki harus menjadi pertimbangan.

Pelatihan pemetaan ini dilaksanakan selama tujuh hari, mulai dari tanggal 28 September hingga tanggal 04 Oktober 2015 yang di fasilitasi oleh PW AMAN Kalteng dan BPAN Kalteng. Pelatihannya memakan waktu cukup lama, karena proses membangun kesadaran akan arti pentingnya pemetaan bagi warga komunitas merupakan hal utama dalam konsep pemetaan partisipatif disamping itu kemampuan dalam tehnis pemetaan tidak hanya dikuasai oleh segeilintir orang.

Pada hari pertama pelatihan masyarakat adat Tumbang Malahoi diberitahu tentang kondisi masyarakat adat secara keseluruhan, bahwa hingga saat ini peran negara masih jauh dari harapan masyarakat adat meskipun ada beberapa kebijakan pemerintah yang mulai meniupkan angin segar namun hal itu belum cukup.

Komitmen masyarakat adat Tumbang Malahoi dalam pemetaan wilayah adat ini siap menjalankan apa yang seharusnya dikerjakan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat adat pada masa yang akan datang. Antara lain selesai pelatihan akan dilanjutkan mengunjungi komunitas-komunitas tetangga untuk membicarakan masalah tapal batas wilayah adat, sekaligus mensosialisasikan betapa pentingnya melakukan pemetaan sekaligus mempertegas hak-hak masyatakat adat terhadap wilayah adatnya.

Masyarakat adat Tumbang Malahoi menyadari jika pemetaan wilayah adat ini tidak segera dilakukan oleh mereka, pemetaan dilakukan oleh pihak luar yang mempunyai kepentingan terhadap wilayah adat Tumbang Malahoi. Seperti yang dikatakan Mantir adat Tumbang Malahoi Bapak Hadi bahwa “kalau bukan kita yang melakukannya maka orang lain yang akan melakukan pemetaan ini, tapi demi kepentingan untuk orang tersebut
Lanjutnya “kalau kita sendiri malu mengakui diri kita sebagai masyarakat adat, apalagi orang lain? sekarang yang kita butuhkan adalah pengakuan dari pemerintah terhadap masyarakat yang ada di Indonesia terlebih-lebih lagi di komunitas Tumbang Malahoi, dan kalau bukan kita yang melakukan ini siapa lagi?  “ucapnya.***(Kesyadi Antang