Pengurus Besar AMAN Desak Pemerintah & Partai Politik Sahkan RUUPPHMA Tahun 2016

Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara XVI

logo3Toraja 11/11/2015 – Pengurus Besar mendesak Pemerintah Indonesia dan Partai-Partai Politik untuk mendukung dan menginstruksikan kepada anggota DPR-RI agar memastikan masuknya Rancangan Undang Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) ke dalam daftar RUU Prioritas dan disahkan pada tahun 2016.

Hal tersebut disampaikan pada saat Rapat Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara XVI (RPB AMAN XVI) yang dihadiri oleh Dewan AMAN Nasional, Sekretaris Jendral AMAN, pimpinan organisasi sayap AMAN, badan otonom AMAN, dan unit-unit kerja khusus AMAN (3-4/11/2015) di Toraja.

Pengurus Besar AMAN kembali menyampaikan penghargaan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla atas komitmennya terhadap perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat yang telah dengan tegas dicantumkan di dalam Nawacita atau visi-misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Komitmen terhadap perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat tersebut telah diuraikan ke dalam 6 (enam) point, yang terkait dengan peninjauan dan penyesuaian seluruh peraturan perundang-undangan.
Meskipun telah ada di dalam Nawacita, selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, namun belum ada operasionalisasi yang jelas terhadap keenam komitmen yang tertera jelas di dalam Nawacita. Hingga hari ini pemerintah belum menunjukkan komitmen yang kuat pada upaya melanjutkan dan mempercepat pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat menjadi undang-undang.

Sejalan dengan hal tersebut Satgas Masyarakat Adat yang dipandang sebagai kunci dari operasionalisasi keenam komitmen dalam Nawacita juga belum jelas kapan akan dibentuk. Padahal pembentukan Satgas Masyarakat Adat ini telah dikomunikasikan pada saat Presiden Joko Widodo menerima AMAN dan perwakilan masyarakat adat untuk berdialog di Istana Negara pada bulan Mei yang lalu.

Enam komitmen pemerintah dalam Nawacita tersebut juga belum jelas diterjemahkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan juga di dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga. Pengurus Besar AMANĀ  mencatat bahwa selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, cara pandang terhadap masyarakat adat dan hak-haknya atas tanah dan wilayah adat belum berubah. Hal ini dipersulit dengan koordinasi antar Kementerian/Lembaga tidak berjalan dengan baik di dalam aspek pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan MATR No. 9/2015 tentang Hak Komunal. Selain masalah koordinasi, masalah pengakuan dan perlindungan khususnya wilayah adat semakin sulit dilakukan karena Pemerintah hingga saat ini belum menyediakan suatu sistem administrasi mengenai bagaimana suatu wilayah adat mendapatkan legalitasnya. Pemerintah masih berpegang pada PP No. 24 tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah yang hanya mengakomodir pada pendaftaran tanah individu untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah. Di sisi lain, peerintah terlihat belum memiliki keinginan kuat untuk mendesign suatu sistem pendaftaran hak kolektif masyarakat adat atas tanah dan wilayah adatnya.

Penanggulangan Asap

Masalah lain yang menjadi perhatian serius Pengurus AMAN belakangan ini adalah masalah kebakaran lahan dan gambut yang telah menyebabkan bencana asap berkepanjangan. Beberapa waktu terakhir ini, masyarakat adat dicemaskan dengan rencana Pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) yang terkait dengan Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA).

Belakangan ini opini publik diarahkan pada upaya menyalahkan kebiasaan masyarakat adat yang membakar lahan dan gambut dalam membuka lahan untuk sawah dan kebun sehingga menimbulkan bencana asap. Khusus mengenai masalah ini kami menyerukan agar penerbitan PERPPU terkait KARHUTLA tidak diarahkan untuk mengkriminalisasi mayarakat adat yang sejak lama memiliki tradisi pengelolaan lahan dan gambut dengan cara membakar.

AMAN menyampaikan bahwa tradisi membakar lahan dan gambut untuk bercocok tanam telah berjalan secara turun temurun dan terbukti dalam berabad-abad tidak menimbulkan bencana kebakaran. Pelarangan terhadap kebiasaan ini akan berdampak pada perubahan yang dramatis terhadap pola hidup dan tradisi masyarakat adat.

Kriminalisasi

Kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat juga tidak berkurang. Dalam satu tahun terakhir, AMAN mencatat terdapat 20 orang anggota masyarakat adat yang telah dipenjara. 18 diantaranya disebabkan karena usaha mereka dalam mempertahankan wilayah adatnya, sementara dua diantaranya disebabkan karena penerapan hukum yang tidak adil. Kriminalisasi dan kekerasan tersebut akan semakin meningkat di masa yang akan datang sepanjang Pemerintah tidak mencabut UU P3H yang menjadi basis hukum dari tindakan kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat. ****