Masyarakat Adat Malamoi Demo Gugat Perkebunan Sawit PT. Mega Mustika Plantation

Kami Bisa Hidup Tanpa Sawit

Aksi Suku Moi tolak perkebunan sawit di wilayah adat mereka
Utusan Suku Moi serahkan data-data ke Ketua DPRD Kab Sorong Adam Kouw

Aimas Kabupaten Sorong 20/05/2016 – Masyarakat Adat Malamoi saat Kepung kantor DPRD Kabupaten Papua Barat berteriak lantang “Kami bisa hidup tanpa sawit”  meminta Pemerintah Kabupaten Sorong, tidak tutup mata melihat ancaman besar terhadap kehidupan kami masyarakat adat Moi .

“Kami masyarakat adat kampung Klayili, sudah lihat kenyataan dan kami sadar sudah menjadi korban dari PT Henrison Inti Persada. Kenapa pemeritah daerah terus-menerus lalai dengan sistem yang tidak berpihak kepada kami masyarakat moi?  Semenjak perusahan masuk bongkar wilayah adat kami, kami masih tetap miskin seperti yang ada hari ini kita tidak punya uang, tapi besok kita punya uang, hari ini kita tidak  makan tapi besok kita punya makan karena hutan kita masih ada,” teriak Yakonias Ulim, Pemuda asal kampung  Klayili “Hutan Adalah Hidup Kami” pekiknya.

“Kami berbicara berdasarkan ideologi kami Marhaein, membela kaum tertindas, rakyat selalu hidup bergantung pada hutan dan sumberdaya alamnya. Jika hutan habis ditebang maka kehidupan kami sebagai masyarakat akan semakin menderita,” tegas  Ketua DPC GMNI Cabang Sorong  Imanuel Mobalen. Dia menambahkan,”kami selaku mahasiswa Nasional Indonesia, meminta secara tegas kepada pemerintah Kabupaten Sorong agar segera mencabut izin PT. Mega Mustika Plantation dan PT. Cipta Papua Plantation.

Lembah Klaso, Distrik Klayili, Distrik Klaso bahkan sampai perbatasan Distrik Moraid, yang nantinya akan dibuka oleh PT. PT. Mega Mustika Plantation dan PT. Cipta Papua Plantation. Ini sudah masuk dalam skema (KPH) kesatuan pengelolahan hutan yang juga mendapatkan izin dari Kementerian KLHK dan pemeritah daerah. Untuk itu kita perlu meninjau kembali keberadaan ruang-ruang hidup kelola masyarakat, yang terakomunidir di dalam pembangunan Kabuapaten Sorong.

“Kalau kita lihat kembali, seluruh Provinsi Papua Barat, keberadaan ruang-ruang kelola masyarakat seringkali diabaikan, dan tidak pernah diakomodir oleh pembanguna skala nasional maupun daerah,” tegas Chales Tawaru tokoh Moi. Cukup sudah airmata dan   keringat darah yang jatuh dari masyarakat adat jangan terulang kembali untuk anak cucu kita,” sambungnya.

DEMO MALAMOI
Orasi dan Aksi Suku Moi Di Depan Kantor DPRD Kab Sorong

Bapak David Ulimpa selaku pemegang hak ulayat Kampung Siwis Distrik Klaso, menyatakan dengan tegas kepada pemeritah daerah dalam hal ini Ketua DPRD dan seluruh jajaran. “Kami punya banyak bukti bahwa hutan adat di daerah Distrik Klamono, sudah dibabat bersih oleh PT. HIP. Sampai saat ini, kami masyarakat adat Moi masih miskin. Untuk itu bapak-bapak dewan perwakilan rakyat dan pemerintah yang terhormat kami minta agar segera mencabut ijin PT. Mega Mustika Plantation yang berencana beroperasi di wilayah adat lembah Klaso. Kami juga akan menyerahkan beberapa bukti penolakan sejak  tahun 2012 hingga 2016.

Barisan aksi akhirnya diterima dengan baik oleh Ketua DPRD Kabupaten Sorong Adam Klouw, SH. Dia mengapresiasi masyarakat adat Malamoi. Ia mengatakan bahwa hanya lembaga inilah yang siap menampung seluruh aspirasi warganya. “Kami selaku DPRD siap dan menerima apa yang telah disampaikan oleh bapak ibu tadi,” kata Adam Klouw. Dia sendiri ikut menangis karena juga punya tanah adat di situ. Ketua DPRD Kabupaten Sorong itupun sekali lagi berjanji, “kami siap menindak lanjutinya kepada pemangku kepentingan tertinggi. Harapan saya, bapak ibu masyarakat sekalian bersama anggota DPRD kita bisa bekerja bersama-sama untuk menindak lajuti masalah ini, agar cepat selesia,” katanya.****Melianus Ulimpa