Komnas HAM Akan Mediasi Kasus Tanah Bekas HGU Nangahale

Komnas HAM saat lakukan Mediasi dgn Komunitas Adat Nangahale
Nurcholis Subkomisi Mediasi Komnas HAM saat berdialog dengan Komunitas Adat Patiahu-Nangahale

Sikka 23/9/2016 – Komisioner Komnas HAM Subkomisi Mediasi, Nurcholis pada Rabu, 22 September 2016 menemui masyarakat adat di Blevaak (Balai Pertemuan) masyarakat adat, di Utangwair, Nangahale.  Kedatangan Komisioner Komnas HAM ini dalam rangka memediasi para pihak yang terkait dengan kasus tanah bekas HGU Patiahu-Nangahale. Kepada masyarakat adat Tana Pu’an Soge dan Tana Pu’an Goban yang hadir, Nurcholis menyatakan kehadirannya bersama dua staf Komnas HAM, Ono Haryanto dan Ety Listioryni merupakan respon lembaga negara ini atas pengaduan dan permohonan masyarakat adat.

“Kedatangan kami ini dalam rangka mediasi itu untuk mencari jalan keluar terbaik dari masalah ini,” ujar Nurcholis. Dia menambahkan bahwa setelah bertemu dengan masyarakat adat, Komnas HAM juga akan menemui Uskup Maumere dan Bupati Sikka untuk mengupayakan adanya pertemuan antara ketiga pihak.

Menurut Nurcholis yang terpenting dalam mediasi semua pihak dapat menerima solusi yang ditawarkan. “Kalau dari masyarakat saya sudah dengar sedikit, gereja maunya seperti apa, pemerintah maunya seperti apa lalu kita carikan solusi terbaik karenanya perundingan dan kompromi sangat berperan penting dalam mediasi,” tegasnya.

Sementara itu, wakil masyarakat adat, Damaskus Jeng dari Suku Soge menyatakan sejak awal keberadaan HGU perkebunan kelapa ini masyarakat sudah menderita. Masyarakat berjuang karena alas hak sebagai pewaris wilayah adat  dan karena kebutuhan hidup. Menurutnya, kehadiran HGU tidak memberikan keuntungan kepada masyarakat adat sebagai pewaris hak wilayah. “Kehadiran HGU tidak menyejahterakan kami, sebaliknya kami menderita, tempat ritus adat kami dirusak, nenek moyang kami mati dan terpaksa berpindah-pindah kampung” Lebih jauh jauh Jeng menegaskan masyarakat menolak sistim plasma karena hanya menjadikan masyarakat sebagai objek dan bukan subjek.

Senada dengan Jeng, Tana Pu’an Goban, Leonardus Leo menegaskan selama ini masyarakat kesulitan pendidikan, akses kesehatan, dan trasportasi karena harus berdiam di gunung dalam kawasan hutan atau membangun kampung di luar HGU. Menurutnya, masyarakat akan sejahtera karena mulai mengolah lahan tersebut. “Kami butuh tempat tinggal dan areal pertanian sebagai petani, dan kami menolak tawaran Pemda Sikka untuk areal pemukiman seluas kurang lebih 4 Ha di daerah tandus bagian selatan HGU,”tegasnya.

Masyarakat adat akan tetap mempertahankan konsepnya bahwa tanah tersebut harus dibagi untuk masyarakat adat, gereja, Pemda Sikka dan menolak penguasaan kawasan yang subur oleh PT.Krisrama/gereja sementara masyarakat mendapatkan kawasan yang tandus.

Selain masyarakat adat dan Komnas HAM, turut hadir dalam pertemuan tersebut adalah Direktur PBH Nusra, Fransesko Bero, Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Lingkungan Hidup, serta Koordinator AMAN Daerah Flores Bagian Timur.

Komnas HAM Tawarkan Model Pengelolaan Bersama

Menurut Nurcholis agak sulit bila gereja tetap bertahan mendapatkan kontrak HGU karena kementerian terkait pun tidak akan mengeluarkan kontrak apabila belum clear and clean di lapangan sementara di satu sisi masyarakat juga sedang menguasai dan mengusahakannya atas dasar kebutuhan. Oleh karena itu pihaknya akan menawarkan solusi pengelolaan bersama atas kawasan tersebut. “Masyarakat kan umat Katolik, PT.Krisrama juga perusahaan milik Keuskupan jadi sebaiknya bekerja sama,” tegasnya.

Menurut Nurcholis, selama ini pemerintah mengabaikan hak-hak rakyat. “Rakyat berhak atas perumahan, pendidikan, layanan kesehatan, dan pekerjaan yang layak yang wajib dipenuhi oleh negara, namun saya melihat sepertinya bapa ibu berusaha sendiri untuk memenuhinya,” ujarnya. Karenanya dirinya berjanji bahwa Komnas HAM sedapat mungkin akan berupaya melindungi hak-hak masyarakat adat.

Nurcholis menyatakan apabila mediasi berjalan lancar dan mencapai kesepakatan maka hasil mediasi bersifat final.Namun, dirinya berharap semua pihak realistis bahwa mediasi bisa saja menghasilkan kesepakatan atau  sebaliknya tidak menghasilkan jalan keluar.

Informasi terkahir yang diperoleh dari staf Subkomisi Mediasi, Ono Haryanto, Komnas HAM akan bertemu ketiga pihak yakni masyarakat, Keuskupan Maumere, dan Pemda Sikka pada Kamis, 23/9/2016, pukul 14.00 di Aula Bappeda Sikka. Pantauan kami, pertemuan yang menghadirkan para pihak yakni masyarakat, PT.Krisrama, Pemda Sikka, BPN Sikka, dan DPRD Sikka dilakukan secara tertutup.*** Are De Peskim