Tambang Emas Rakyat Sekatak Rawan Konflik

Terhambat RTRW – Izin HGU Perusahaan

Aparat gabungan sidak lokasi tambang emas Sekatak
Aparat gabungan sidak lokasi tambang emas Sekatak

Sekatak 9/10/2016 – Kandungan emas yang terdapat di Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan menjadikan wilayah ini  rawan konflik, karena status lahan konsesi tambang emas belum ditetapkan siapa yang berhak mengelolanya, sehingga terjadi berbagai macam klaim. Lokasi tambang emasnya sendiri adalah wilayah masyarakat adat Dayak Bulusu di Kecamatan Sekatak.

Ketua BPH AMAN Wilayah Kaltara Yohanes mengatakan,” berdasarakan cerita dari tokoh-tokoh adat masyarakat adat Sekatak wilayah tambang emas itu sebenarnya milik masyarakat adat Dayak Bulusu sejak tahun 1970,” tuturnya  usai pertemuan di BPU”Aji Lembaga Sari Sekatak Buji.

Masyarakat Adat Sekatak menginginkan Tambang Emas yang dikatakan oleh pemerintah Tambang Emas Illegal itu agar dilegalkan menjadi Tambang Emas Rakyat. Hal serupa diungkapkan oleh Ketua Adat Dayak Bulusu Bapak Khusnan Yambir ”jangan ada larangan bagi masyarakat untuk bekerja di wilayah tambang,” tegasnya.

Selama satu tahun belakangan ini, keberadaan tambang emas Sekatak menjadi tujuan pekerja dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga lokasi tambangan emas penuh dengan lautan manusia. Lokasi tambang emas yang selama ini jadi sumber kehidupan masyarakat adat Sekatak itu berada di area konsesi perusahaanPT. PMI dan PT. Global. Lalu di arean PT.PMI. Ada dua sebaran rayapan emas yaitu Kelomondong dan Gunung Latung, sedangkan di PT. Global meliputi lokasi Kelemabakas besar dan kelembakas kecil.

Masuknya PT. Global di wilayah ini sebelumnya mengantong izin perkebunan jarak. Pada tahun 2003-2004 take over menjadi tanaman kebun sawit yang pada tahun itu belum memiliki surat izin HGU. Pada tahun 2008-2009 PT. Global bekerja sama dengan PT. BSMP sebuah perkebunan kelapa sawit menggantikan PT. Global yang merupakan perusahaan Malaysia. Status lahan lokasi tambang belum dapat dipastikan baik secara hukum maupun berdasarkan sejarah wilayah adat. Hal inilah yang membuat masyarakat adat Sekatak bekerja tidak tenang terlebih lagi aparat kepolisian tiap minggu rajin melakukan penyisiran.

Pada tanggal 8 Oktober, penyisiran dilakukan langsung oleh Kapolres beserta jajarannya. Lokasi penyisiran berlangsung di Jembatan Besi Sungai Bulusu. Biasanya kepolisian hanya menyisir lokasi tambang saja, ini kali penyisiran dilakukan hingga ke rumah rumah warga yang menyimpan material emas. Penyisiran dilakukan tepat jam 14 : 00 Wita di Desa Ujang Jambatan Besi Sungai Bulusu.

Dalam penyisiran itu ratusan karung material ditemuikan oleh aparat di Desa Ujang yang pemiliknya enggan disebutkan namanya. Material sitaan polisi itu kemudian dibuang ke Sungai Bulusu hingga pukul pukul 17.00 Wita. Masyarakat Sekatak kecewa lantaran penyisiran dilakukan polisi hingga  desa. Tak bisa dihindari benturan saling pukul antara aparat polisi dan warga Sekatak tidak terima hal tersebutpun terjadi.

Sebenarnya pada tanggal 10 Oktober Kapolsek Sekatak telah menggelar pertemuan bersama elemen masyarakat Desa Sekatak Buji di BPU” Aji Lembaga Sari. Waktu itu turut hadir Camat Sekatak, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan Bapak Yohanes Pengurus AMAN Wilayah Kaltara.

Pak camat berjanji akan mengeluarkan izin tambang emas rakyat. Dalam kesempatan ini Kapolsek Sekatak mengatakan akan membicarakan kasus ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebelum menghadap gubernur.

Sementara itu Ketua Adat Dayak Bulusu Kecamatan Sekatak Khusuna Yambir menegaskan bahwa masalah ini akan dibawa dalam musyawarah adat. “Melihat potensinya masalah ini bisa menjadi masalah yang sangat serius, jika tidak ada tindakan cepat dari pihak yang berwajib. Polisi harus cepat menyikapinya,” kata Ketua BPH AMAN Kaltara.

Masyarakat adat Sekatak sangat berharap tambang emas bisa mereka kelola bisa bekerja dengan tenang. Pada saat kejadian itu, delapan orang warga adat Sekatak resmi jadi tersangka dan statusnya menjadi buronan, lantaran terlibat dalam pemukulan dua anggota Polres Kabupaten Bulungan.

Berdasarkan keterangan dan penelusuran ulang Pak Yohanes pada 9/11/2016, delapan tersangka yang masih buron itu akan dipaksa menanda tangani surat pernyatan bermaterai 6000,  karena telah melakukan penganiayaan terhadap polisi.”Disini ada diskriminasi terhadap masyarakat Adat,” tutup Ketua PBH AMAN Kaltara itu****Denny Nestafa