8,28 Juta Hektar Peta Wilayah Adat Secara Resmi Diserahkan Kepada Pemerintah

penyerahan_peta_wil_adat_kasmida_brwa_kemen_atr
Saat Sekjen AMAN Abdon Nababan menyerahkan peta Wilayah Adat pada Kementrian Agraria dan Tata Ruang, Kementrian Pertanian, Kantor Staff Presiden serta Komisi Pemberantasan Korupsi di Bogor (22/11/16)

Bogor 22/11/16 – Penyerahan peta wilayah adat secara resmi kembali dilakukan oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) kepada pemerintah. Kali ini penyerahan peta tersebut dilakukan pada acara Pra Kongres (Side Event) Perkumpulan Sawit Watch ke V di IPB Convention Center, Selasa (22/11/16). Peta wilayah adat dari 703 komunitas adat dengan total luasan sekitar 8,28 juta hektar diserahkan kepada Kementrian Agraria dan Tata Ruang, Kementrian Pertanian, Kantor Staff Presiden serta Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Ini merupakan penyerahan peta wilayah adat yang ke enam kalinya kepada pemerintah. Peta yang sudah terdaftar di BRWA ini akan terus diperbaharui dan diserahkan secara bertahap sebagai upaya membantu pemerintah dalam menunjukan keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya serta mendorong pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat,” kata Kepala BRWA, Kasmita Widodo.

BRWA sendiri merupakan lembaga tempat pendaftaran (registrasi) wilayah adat. BRWA dibentuk tahun 2010 atas inisiatif Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Sawit Watch (SW), Forest Watch Indonesia (FWI), dan Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK).

Menurut Koordinator JKPP Deny Rahadian, BRWA dibentuk karena data dan informasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat hasil pemetaan partisipatif tidak terdokumentasi secara baik. Selain itu, pemerintah juga selama ini tidak memiliki peta dan data sosial keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Tentu saja hal tersebut menjadi persoalan bagi pemerintah juga pada  masyarakat ketika dilakukan upaya mendorong pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

“Selama ini masyarakat adat selalu disebut-sebut oleh pemerintah, tetapi sayangnya tidak pernah diadministrasikan sehingga terjadi konflik di mana-mana. Hal ini karena tidak ada satu sistem pencatatan skala Nasional mengenai masyarakat adat sebagai subjek hukum alamiah. Oleh karena itu dengan penyerahan peta wilayah adat secara resmi kami berharap mulai saat ini keberadaan komunitas-komunitas adat yang ada di Nusantara bisa diadministrasikan dalam sistem pemerintah” lanjut Sekjen AMAN, Abdon Nababan.

Selain itu penyerahan peta wilayah adat ini diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi di lapangan. Koordinator Sawit Watch, Jefri Gideon Saragih mengatakan dari catatan Sawit Watch pada tahun 2015 ada 776 kasus yang merupakan konflik masyarakat adat/ lokal di perkebunan kelapa sawit. “Pasca penyerahan peta ini seharusnya ada sebuah mekanisme baru yang mengatur tentang tata cara perolehan HGU di wilayah adat, terutama dalam hal terjadinya sengketa, serta proses negosiasi ulang antara komunitas adat dengan pihak perusahaan yang akan memohonkan perpanjangan dan/ atau pembaharuan HGU,” pungkas Jefri. ***Yoga Plee brwa_2016_sw_jpg_farid