Jakarta 27 Januari 2015 – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang ke 7 uji materi UU No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UUP3H) mendengarkan keterangan Ir I Made Subadia Gelgel dan dua orang ahli Prof Chairil Anwar serta Prof Dr Rahayu SH Mhum dari pemerintah sebagai pihak termohon tanggal (27/1/2015) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
I Made Gelgel yang juga tim perumus undang-undang tersebut mengatakan bahwa UU P3H bertujuan untuk memberantas kejahatan terorganisir dalam perusakan hutan seperti perkebunan liar dan penambangan liar. “Dibandingkan dengan undang-undang yang sudah ada UU P3H jauh lebih komperhensif,” kata I Made Gelgel yang juga tim perumus UU P3H memberi keterangan.
Keterlibatan masyarakat lokal yang tinggal di dalam dan sekitar hutan dalam menjaga kelestarian hutan amatlah penting. Secara umum peran postif mereka telah terbukti sebagaimana yang telah saya ketahui dan alami di beberapa tempat di Bali dan di Kalimantan. Namun tidak bisa dipungkiri dalam rangka keterbatasan kadang-kadang mereka secara berkelompok melakukan kegiatan pemanfaatan hutan yang dapat merusak hutan, seperti aktifitas tambang liar, perkebunan liar.
“Undang-Undang No. 18 mengatur penguatan, pencegahan dan pemberantasan, termasuk penguatan masyarakat, pengakuan hak tradisional, juga sanksi hukum bagi masyarakat lokal yang melakukan aktifitas merusak hutan secara terorganisir,”kata Made Gelgel.
Prof Chairil Anwar mengatakan, pemerintah, cendikiawan dan masyarakat sangat khawatir akan cepatnya laju degradasi hutan dan belum berimbang dengan upaya merestorasi kembali fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan yang berkelanjutan. Oleh karenanya sepakat mendukung pelaksanaan undang-undang terkait dengan hutan dan pengelolaannya guna menjamin keberlangsungan hutan dan perlindungannya.
Prof Rahayu menyampaikan tentang jaminan masyarakat hukum adat dalam UU No 18 tahun 201 kewajiban serta tanggung jawab negara dalam memenuhi hak asasi warganya dan hak asasi masyarakat hukum adat. Tidak semua kelompok masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat hukum adat. Artinya tidak semua masyarakat yang tinggal di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan merupakan masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 B ayat 2 UUD 45. Dalam kenyataannya tidak semua komunitas masyarakat hukum adat masih eksis.
Kejahatan Terorganisir
Dalam sidang ini tim hukum pemohon (Koalisi Masyarakat Sipil uji materi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013) diwakili oleh Andi Mutaqin SH, Judianto Simanjuntak SH dan Ronald Siahaan mengajukan beberapa pertanyaan pada pihak termohon antara lain, apa naskah akademik yang menjadi dasar dari UU P3H. Penjelasan Pasal 11 ayat 1 dari UU No. 18 Tahun 2013 tentang perbuatan perusakan hutan, pembalakan liar atau pengguanaan kawasan hutan secara tidak sah yang terorganisir sebab pasal ini mengabaikan keberadaan masyarakat adat.
Sementara dari Hakim MK menanyakan pada pihak termohon tentang apa yang dimaksud dengan kerusakan hutan dan bagaimana implementasi dari undang-undang ini.
Menanggapi persidangan uji materi UU P3H ini Ketua Perhimpuan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Mualimin Pardi Dahlan mengatakan,” yang krusial adalah ketika Pak Made Gelgel tidak tahu naskah akademik apa yang digunakan, sementara dia menjadi bagian dari tim perumus UU P3H tersebut. Ada kesengajaan untuk mengaburkan naskah akademik yang dijadikan dasar dari undang-undang ini dengan alasan dia tidak ikut dalam prosesnya. Sebab naskah akademik itu penting untuk melihat ke mana arah dan tujuan dari undang-undang tersebut,” papar Mualimin Pardi Dahlan**** JLG