5 Februari 2015, Menyusul mundurnya masyarakat adat Muara Tae dari resolusi konflik oleh RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pun mempertimbangkan untuk keluar dari forum multi pihak (multi stakeholder) itu.
“Kami menyambut baik dan memahami mundurnya masyarakat adat Muara Tae dari proses rekonsiliasi konflik oleh RSPO,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN Abdon Nababan kepada redaksi Gaung AMAN online hari ini (5/2), “Proses di RSPO itu rumit dan seringkali tidak berpihak pada korban.”
Menurut Abdon, lebih baik masyarakat adat menempuh jalur perjuangan lain seperti inkuiri nasional. “Lebih bagus masyarakat adat menggunakan mekanisme negara daripada mekanisme pasar dalam perjuangan penyelesaian konflik,” terangnya.
AMAN sendiri, lanjut Abdon, baru terlibat dalam RSPO. “Namun, pengalaman ini akan kami oleh di interal organisasi untuk menentukan keputusan apakah kita akan terus terlibat atau keluar dari RSPO,” tagasnya.
Sebelumnya, pada 12 Januari lalu, masyarakat adat Muara Tae melalui surat resminya, menyatakan tidak bersedia lagi mengikuti proses resolusi konflik yang dilakukan RSPO. Hal itu dikarenakan karena cara kerja RSPO dinilai tidak sesuai dengan kaidah-kaidah resolusi konflik.
Setelah mengikuti proses penyelesaian sengketa dengan PT. Bomeo Surya Mining Jaya (First Resources Tbk) yang difasilitasi oleh RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), Masyarakat Adat Kampung Muara Tae, menemukan sejumlah fakta dan kejanggalan dalam upaya penyelesaian sengketa yang terjadi.
Selengkapnya pernyataan Masyrakat Muara Tae dapat diunduh atau didownload di Surat Untuk RSPO_Tentang Kasus Muara Tae_PT. BSMJ (1)