Dr. Benny Giyai” Jika orang Papua gunakan amunisi dan senjata yang dijual tentara dan polisi, mereka dicap saparatis. Lalu tentara dan polisi yang jual senjata dan dipakai OPM itu, kita sebut apa?
Jakarta 13/6/2014 – Musik dinamis dengan lagu-lagu Papua, tarian, pameran, bakar batu (barapen) mengisi lapangan parkir Taman Ismail Marzuki. Beberapa orang mengenakan pakaian adat Papua dalam acara “Papua itu kita”. Acara yang berlangsung Sabtu (13/6/2015) digelar sejak siang hingga larut malam, diisi oleh Inyarme Papua, Bengkel Budaya Papua (Sammy cs), Ipmanapandode Papua, Simponi, John Tobing, Sanggar Ciliwung, Last Scientist, Sisir Tanah, Es Coretz dll. Para pengunjung disuguhkanan pinang, barapen, kopi Papua, buku-buku, kaos dan merchandise solidaritas Papua. Para undangan yang hadir terlihat diantaranya Pdt Dr Benny Giay, Hilmar Farid, Melanie Subono, Amirudin Al Rahab
“Masih ada masyarakat di luar Papua menganggap wilayah di ujung timur Indonesia ini dengan stigma separatis, ketertinggalan, dan hal negatif lainnya. Acara ini dimaksudkan agar tidak melihat Papua hanyalah wilayah konflik senjata. Namun ada potensi-potensi budaya dan hal itu menggambarkan bahwa Papua sama saja dengan wilayah Indonesia lainnya,” ujar Veronica Koman dari YLBHI
Pada malam hari acara panggung diselingi tari-tarian, cerita serta pemutaran film dokumenter diantaranya, dokumen penembakan di Paniai (8/12/2014) silam yang menewaskan Apius Gobay 16 thn, Alpius Youw 18 thn, Simon Degei 17 thn, Yulianus Yeimo 17 tahun.
Kolabarasi Sanggar Ciliwung dengan Sammy dkk tampil memukau, menghadirkan beberapa lagu Black Brothers seperti lagu Nuruaipani dan Sea-seo diimbuhi hentakan perkusi nan dinamis serta vokal Sammy yang terkadang ditarik panjang dan mendapat aplaus dari audiens. “Bermain musik dan kolaborasi dengan anak-anak Sanggar Ciliwung itu sangat mengesankan,” kata Agus Kalalu yang secara khusus datang dari Sorong dan bergabung dengan grup Sammy cs.
Pdt Dr. B.Giyai yang didaulat tampil ke panggung menyampaikan rasa terimakasih sebab masih ada orang Indonesai yang mau perduli Papua seperti yang terlihat dalam acara “Papua Itu Kita” malam itu, menjadi sangat penting untuk masa depan. Setelah menceritakan masuknya Indonesia di Pegunungan Tengah, tahun 1962-1969-1980.
“Pembalasan dari negara terhadap kekerasan-kekerasan sekarang ini kadang-kadang dipompa untuk meradikalisasi gerakan Papua Merdeka. Mungkin setelah di Aceh tidak ada konflik dan ada uang triliunan ke Papua. Mulai tahun lalu terlihat tentara dan polisi itu menjual senjata, supaya pihak OPM bisa gunakan itu senjata untuk menembak aparat,” kata B. Giyai.
“ Dalam pernyataan pers, kami sampaikan kalau negara besar ini cap orang-orang Papua gunakan amunisi dan senjata dua-tiga tahun terkahir dijual oleh tentara, mereka dicap saparatis. Lalu tentara dan polisi yang jual-jual senjata yang dipakai OPM itu, kita sebut apa,” tanya B. Giyai. “Apakah ada kata di dalam ensiklopedi dan kamus Indonesia. Kalau ada tolong kasih tahu, kami mau pakai itu,” ujar B. Giyai.
Acara “Papua itu Kita” rencananya akan menjadi program panjang berbagai kelompok masyarakat untuk memperkenalkan kehidupan dan persoalan Papua kepada masyarakat lebih luas****Infokom AMAN