Komunitas Adat Nuabosi Bangun Kembali Rumah Adat
Ende 25/6/2015 – Komunitas adat Nuabosi yang berada di Desa Ndetundora Kecamatan Ende melaksanakan ritual untuk bangun kembali rumah adat dalam rangka memperkuat adat dan budaya di Kabupaten Ende. Kegiatan ritual adat ini dilaksanakan dari tanggal 24 -25/6/ 2015 di kampung adat Nuabosi. Kerja rumah adat ini melibatkan para mosalaki dan fai walu ana kalo (tua adat) di sekitar wilayah tanah Nuabosi dalam proses pengerjaannya. Puncaknya pada 25/6/2015 mosalaki nuabosi mengundang seluruh unsur pemerintah dan lembaga yang berkompoten di Kabupaten Ende untuk menyaksikan pembangunan rumah adat Nuabosi.
Para undangan hadir Bupati Ende Mareslinus Petu, anggota DPRD Ende, Perwakilan dari Dinas Kehutanan, Kepolisian, Kodim Ende, Dinas Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, lembaga non pemerintah AMAN Nusa Bunga, tokoh gereja dan seluruh masyarakat adat (fai walu ana kalo ) komunitas adat Nuabosi.
Bangun rumah adat Nuabosi ini sebagai bukti bahwa masyarakat adat Nuabosi sudah mulai bersatu kembali dalam satu rumah adat, karena sejak 32 tahun mereka tidak menjalankan acara adat bersama fai walu ana kalo, sanak saudara serta keluarga mereka. Rumah adat dibangun untuk menunjukan kepada masyarakat dan pemerintah bahwa selama ini mereka masih ada. Mereka tetap menjaga hutan serta tanah adat mereka, walaupun sering ditakut-takuti dinas kehutanan yang melarang memotong kayu dan mematok tapal batas hutan negara.
Kilas balik – tahun 2012 sejak Keputusan Mahkama Konstitisi No 35/PUU-X/2012 hasil uji materi gugatan AMAN terhadap UU kehutanan No 41 tahun 1999 yang dalam keputusannya mengembalikan hutan adat dari negara kepada masyarakat adat. Sejak saat itu pula komunitas Nuabosi menyatakan bahwa mereka akan bersatu kembali. , walaupun sekian lama dibungkam.
AMAN Nusa Bunga dalam misi perjuangannya untuk membawa masyarakat adat keluar dari ketertindasan telah membangun pemahaman kepada tokoh adat Nuabosi bahwa sudah saatnya masyarakat adat harus bangkit menentukan perubahan di Republik ini. Berkat sosialisasi AMAN tentang keputusan MK No 35/PUU-X/2012 dan reklaim kembali hutan adat lewat pemasangan Plang yang menyatakan hutan adat Nuabosi harus kembali kepada masyarakat adat Nuabosi.
Hati para mosalaki tergerak untuk mengkonsolidasi seluruh fai walu ana kalo sanak saudara keluarga mereka untuk berkumpul dalam satu rumah adat, agar kembali menjalankan adat istiadat dan mulai membangun rumah adat yang sudah mulai pudar dan rusak. “ Zera na kami kema wazo sao mere tenda zewa, ew tau oza muri umbu mamo fai wazu ana kalo ngaza muri pawe agar kehidupan bisa bersatu kembali dan bisa menjalankan lagi adat istiadat. Berdirinya tiang raja sebagai tiang utama rumah adat sebagai bukti pemersatu, kekuatan dan menjadi dasar untuk masyarakat adat Nuabosi berpijak dan sekaligus memberi pengajaran kepada generasi penerunya,” ungkap mosalaki Nuabosi
Pada kesempatan ini Romo Ifan dalam upacara sabda pemberkatan ‘Tiang Raja’ menyampaikan,” hari ini kita melakukan pemberkatan tiang raja dalam pembangunan rumah adat, menjadi simbol kekuatan, simbol persatuan dan simbol kekokohan dari bangun rumah adat ini,” katanya.
Informasi dari para mosalaki bahwa Tiang raja ini menggunakan kayu Nangka sehingga Romo Ifan dalam khotbahnya mengatakan”kayu nangka adalah kayu yang keras dan sulit untuk dimakan oleh binatang apapun, oleh karena keras maka dipakai menjadi tiang utama dalam rumah adat, hal ini menandakan bahwa kayu nangka menjadi kekuatan, kekerasan dan militansi bagi semua orang yang bernaung di bawah rumah adat Nuabosi,” jabar rohaniawan tersebut.
Menurutnya bahwa bangun rumah adat ini merupakan simbol peradaban dan simbol kehidupan masyarakat adat dari masa- kemasa. Simbol persatuan untuk masyarakat adat menjadi kuat. Tiang raja juga menjadi simbol untuk umat beriman bahwa tiang raja itu adalah Allah yang terus menjaga dan melindungi kita semua. Dan pelatakan tiang raja atau tiang utama mengajak kita untuk hidup bersolidaritas, hidup bergotong – royong dan hidup dalam kebersamaan untuk mempertahankan hidup kita masing-masing. Kata romo Ifan dalam kotbah pemberkatan rumah adat.
“ Saya secara pribadi dan juga mewakili pemerintah Kabupaten Ende, mendukung penuh atas pembangunan rumah adat ini, sebab dalam masa kepemimpinan saya 5 tahun yang menjadi program konsentarasi pembangunan di Kabupaten Ende ada 6 progam utama. Di sektor pertanian dan perkebunan, ke dua sektor kehutanan, ke tiga perikanan, ke empat sektor peternakan, ke lima sektor perdagangan, ke enam sektor pariwisata hal ini menjadi jalan untuk peningkatan kehidupan kita yang lebih baik,” jelas Bupati Ende Mareslinus Petu saat memberikan sambutan.
Menurutnya bahwa langkah ini akan berjalan dengan baik jika kerja sama dibangun antara masyarakat adat atau lembaga adat, agama dan pemerintah yang dijuluki dengan kerja sama 3 batu tungku. Langkah ini menjadi sangat penting untuk sebuah perubahan di Kabupaten Ende. Dalam waktu dekat Bupati Ende akan mengundang kedua kekuatan ini, seperti dari para mosalaki yang mengurus masyarakat adat(Fai walu ana Kalo) perwakilan agama dan pemerintah untuk bersama-sama menindaklanjuti kesepakatan pada pertemuan sebelumnya.
Masyarakat adat Kabupaten Ende mempuyai kewajiban untuk mengawasi proses pembangunan kabupaten dalam 5 tahun yang akan datang, sebab bayak peraturan yang dapat membatu komunitas adat keluar dari ketertindasan dan kemiskinan. Penyataan Bupati Ende menjadi pegangan masyarakat adat untuk mengawasi setiap kebijakan yang di lakukan.
Mosa laki kemudian mengajak seluru para undangan dan masyarakat adat (fai walu ana kalo) menyaksikan seremonial memberi makan kepada leluhur dan juga mempersilakan untuk makan bersama beralaskan tikar di bawah lingkaran rumah adat. ****Jhuan Mari