Sukabumi 5/9/2015 – Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLH-K) berencana me-launching hutan adat pada tahun ini dengan dua site pilihan yaitu hutan adat Dayak Wehea atau hutan adat Kasepuhan. Untuk itu KLHK melakukan kunjungan lapangan ke dua tempat yaitu Kasepuhan Karang dan Kasepuhan Ciptagelar.
Proses verifikasi data di Kasepuhan Karang didampingi Rimbawan Muda Indonesia (RMI) dan di Ciptagelar didampingi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada 2-4 September 2015 lalu. Dalam kunjungan ini diantaranya hadir Gunadi Firdaus, Fauzi, Tessar (Seksi Pencadangan Hutan Adat-KLHK), Undang dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Yoga Kipli, Sinung Karto, M. Irham, Odih mewakili (AMAN).
Sesuai dengan UU Kehutanan no. 41 tahun 1999 dan Permenhut No. 62, bahwa pengukuhan hutan adat dapat dilaksanakan apabila MHA sudah diakui melalui Perda. Saat ini sedang dipersiapkan Perda pengakuan masyarakat adat Kasepuhan di Kabupaten Lebak, sehingga KLHK berinisiatif untuk melakukan verifikasi data dan informasi MHA Kasepuhan, termasuk kearifan lokal dan pengetahuan tradisional sebagai langkah awal dalam proses percepatan pencadangan dan pengukuhan hutan adat kasepuhan di Kabupaten Sukabumi dan Lebak
Diskusi KLH-K dengan Abah Ugi Kasepuhan Ciptagelar
Pak Gunadi menjelaskan maksud dan tujuan datang ke Kasepuhan Ciptagelar. Beliau mendapat tugas untuk menginventarisir hutan adat. Kalau kita bicara hutan adat, memang biasanya ada yang di dalam kawasan hutan dan ada juga yang di luar kawasan hutan. “Nah, tugas saya menginvetarisir yang di dalam kawasan hutan. Hal ini sebagai tindaklanjut dari putusan MK35 yang menyatakan bahwa hutan adat saat ini sudah bukan hutan negara. Secara status kalau terbukti sebagai hutan adat maka harus dikembalikan ke adat,” papar Gunadi
“Data sekunder di KLH-K sudah ada sekitar 6,8 juta Ha wilayah adat yang diserahkan BRWA, AMAN dan JKPP di Bali beberapa waktu lalu. Kemudian saat ini sedang dipersiapkan perda pengakuan masyarakat adat kasepuhan di Kab. Lebak. Sehingga kami datang kemari bermaksud untuk melakukan penggalian data primer (pengambilan titik koordinat lokasi hutan adat, dokumentasi foto hutan adat) karena untuk data sekundernya kami sudah dapatkan dari kawan-kawan pendamping seperti RMI dan AMAN,” ujar Gunadi
Gunadi melanjutkan, “Selain itu kami juga mau meminta arahan atau petunjuk dari abah mengenai pengelolaan hutan adat ini kedepannya seperti apa, dan harapannya seperti apa supaya kami bisa sampaikan ke ibu Vivin sebagai Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat-KLHK,” kata Gunadi
Abah Ugi menjelaskan bahwa mengenai pengelolaan hutan adat memang dulu kami berharap supaya hutan adat dikeluarkan dari pemerintah. Kami berharap ada pengakuan tertulis yang bisa menjelaskan baik dari sisi pemerintah ataupun masyarakat adat mengenai haknya masing-masing serta menjaga hutan bersama-sama.
Lebih jauh Abah Ugi menambahkan bahwa kedepannya memang diperlukan pembicaraan bagaimana pengelolaan dan menjaga hutan secara bersama-sama yang sesuai dengan keinginan warga dan keinginan pemerintah juga.
“Kalau kita baca aturan, ya pemerintah memiliki aturan dalam menjaga hutan, kami pun memiliki juga aturan adat. Nah aturan-aturan ini yang kadang-kadang miss sehingga terjadi bentrok. Intinya abah hanya ingin melanjutkan amanah leluhur yang sudah diturunkan untuk terus jalankan dan di turunkan lagi ke keturunan-keturanan abah selanjutnya.” Abah Ugi menegaskan.***Yoga Kipli
One comment
Comments are closed.