Musyawarah Konsolidasi RANPERDA Kasepuhan para ‘Pupuhu Kasepuhan’ Banten Kidul.
Lebak (Minggu 20/9/2015) – Dalam rangka mengkonsultasikan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Kasepuhan, para Pupuhu Kasepuhan Kesatuan Adat Banten Kidul kembali melaksanakan Riungan (Konsolidasi). Riungan kali ini digelar di balai pertemuan Imah Gede Kasepuhan Citorek dihadiri 10 Kasepuhan, diantaranya Kasepuhan Guradog, Citorek, Cisungsan, Cicarucub, Pasir Eurih, Cibedug, Karang, Bongkok, Cibarani dan Cirompang. Juga hadir Sukanta Ketua Satuan Adat banten Kidul (SABAKI), Ketua PD AMAN Banten Kidul Jaro Wahid, Andy dari Epistema Institut dan para Jaro (Kepala Desa) Banten Kidul.
Sebagai narasumber hadir Wakil Bupati Lebak H. Ade Sumardi, Sekertaris Jendral AMAN Abdon Nababan, Anggota DPRD Kab. Lebak H. Ace Atmawijaya, Direktur RMI Nia Ramdhaniaty. Dalam sambutannnya H. Ace Ade Sumardi menyampaikan bahwa kegiatan konsultasi ini merupakan konsultasi ke empat bertujuan mengkonsultasikan draf Rancangan PERDA Kasepuhan dengan para tetua Adat dan Masyarakat Kasepuhan sebagai subjek dari RANPERDA sebelum PERDA ini disahkan. Agar nantinya dapat sejalan dengan peraturan – peraturan adat dan menjadi payung hukum sesuai dengan kearifan dan keinginan Masyarakat Adat Kasepuhan.
Dukungan Pemerintah Daerah atas RANPERDA Kasepuhan sangat kuat. Sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Bupati Lebak, H. Ade Suardi dalam sambutannya. “Dari awal saya dan ibu bupati telah berkomitmen mendukung pengesahan PERDA Kasepuhan ini, negara harus hadir di tengah-tengah Masyarakat Adat, sebab merupakan kewajiban negaralah untuk menjaga, melindungi dan menghormati Masyarakat Adat, dan alangkah salahnya jika negara tidak melakukan itu,” ujarnya.
Jadi itulah alasan mendasar mengapa PERDA Kasepuhan ini harus segera disahkan, walaupun dalam prosesnya itu adalah keputusan negara, tapi keputusan terakhir terkait isi substansi dari PERDA itu ada di Baris Olot (sesepuh). Kenapa soal isi draf harus dicermati oleh Baris Olot karena adat istiadat harus kita dijaga, jadi silahkan dikaji kembali sebelum disahkan oleh DPRD. ”Pesan saya kepada para kepala desa yang ada di wilayah Kasepuhan agar tidak hanya bertanggung jawab kepada pemerintah daerah, tapi juga harus bertanggungjawab kepada Baris Olot , dan jika ada kepala desa yang tidak melaksanakan itu, lapor kepada saya,” tegas H. Ade Suardi.
Sekjen AMAN, Abdon Nababan dalam sambutannya mengatakan “Intinya sekarang keputusan ada di tangan Masyarakat Adat Kasepuhan, jadi harus dicermati isi RANPERDA ini. Ada lima hal yang harus diakui dan dilindungi oleh negara. Siapa yang disebut Masyarakat Adat Banten Kidul, apa ciri-cirinya? Dimana Wilayah Adat kita, karena itulah yang nanti harus diakui dan dilindungi, harus diperjelas batas-batasnya melalui pemetaan partisipatif. Bagimana lembaga adatnya, aturan-aturan atau Hukum Adatnya. Bagaimana cara kearifan dalam mengelola wilayah adatnya. “Inilah yang harus diperjelas oleh masyarakat adat dalam isi PERDA Kasepuhan. Para ahli hukum kita yang dari AMAN, RMI, Epistema, DPRD atau Pemda pun tidak tahu itu. Hanya Masyarakat Adat yang tahu soal ini, karena itu apapun isi PERDA ini nanti harus sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat adat Kasepuhan. Teman-teman kita ahli hukum hanya sebatas membantu menyusunnya agar PERDA sesuai dengan bahasa hukum negara. Tapi isi sepenuhnya ditentukan oleh baris olot dan warga adat, inilah tantangan kita,” ungkapnya.
Tata Cara Pemilihan Kepala Desa dikembalikan Ke Sistem Musyawarah Adat
Dalam Musyawarah konsultasi RANPERDA Kasepuhan ini para Baris Olot menyampaikan keprihatinan akan masalah yang mereka hadapi sebagai dampak dari sistem pemilihan kepala desa secara langsung “one man one vote”. Sistem ini dianggap telah merusak tatanan sosial dan solidaritas, karena memecah belah persatuan masyarakat Kasepuhan. Mereka menuntut agar sistem pemilihan kepala desa dikembalikan kepada Musyawarah Adat Kasepuhan masing-masing.
Sukanta Ketua SABAKI mewakili Baris Olot menyampaikan “kami mengusulkan satu pasal dalam draf RANPERDA ini agar sistem tata cara pemilihan kepala desa kasepuhan kembali menggunakan musyawarah adat. Jangan kami diadu-adu seperti yang terjadi selama ini, itu memecah dan merusak tatanan kekeluargaan dan kesatuan kami. Jadi untuk memilih kepala desa kami musyawarahkan secara adat agar tidak merusak tatanan yang ada,”terang Sukanta.
Menanggapi hal tersebut Abdon Nababan, menyatakan bahwa Masyarakat Adat Kasepuhan memiliki hak kontitusional yang sama dengan masyarakat adat di Papua yang menggunakan sistem noken dalam risalah putusan MK Nomor 14/PHPU.D-XI/2013 menyebutkan, mekanisme pemungutan suara berdasarkan kesepakatan masyarakat tersebut didasarkan pada hukum adat yang berlaku di daerah setempat dan tidak diatur dalam undang-undang in casu UU Pemilu dan UU Pemerintahan Daerah. “Meskipun mekanisme pemungutan suara dengan cara kesepakatan masyarakat tersebut tidak diatur secara ekplisit dalam UU Pemilu dan UU Pemerintahan Daerah, namun konstitusi memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya,” papar Abdon.
“Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” dan Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 jugalah yang menjadi salah satu landasan dibentuknya PERDA Kasepuhan”
Sistem pemilihan kepala desa dengan musyawarah adat itu ada landasan hukumnya. Jadi jangan khawatir, itu bisa dilakukan di wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul. “Mekanisme pemungutan suara didasarkan pada aturan hukum adat setempat tidak diatur dalam undang-undang pemilu, tapi konstitusi memberikan pengakuan terhadap perlindungan masyarakat adat dan hak-hak konstitusionalnya,” tegas Abdon Nababan disambut tepuk tangan meriah para Baris Olot Kasepuhan.
Rekomendasi Dari Konsultasi RANPERDA Kasepuhan sebagai berikut ;
1. PERDA Kasepuhan merupakan kebutuhan bersama Masyarakat adat Kasepuhan di Banten Kidul, oleh karena itu harus segera ditetapkan oleh Pemerintah.
2. Apabila diperlukan, warga Kasepuhan siap menyampaikan aspirasi secara langsung, baik kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten & Provinsi) maupun kepada Pemerintah Pusat melalui Presiden Republik Indonesia, dan siap berkontribusi dalam bentuk materi berupa pengumpulan beras 1 liter per kepala keluarga sebagai bentuk partisipasi, komitmen dan perjuangan yang serius seluruh warga Kasepuhan.
3. Apabila PERDA Kasepuhan ini telah ditetapkan, warga Kasepuhan siap menjaga dan melestarikan Hutan Adat sebagai bagian dari sistem aturan Adat yang berlaku di dalam Kasepuhan.
4. Bagi warga Kasepuhan yang beraktifitas mengelola sumber daya alam diwilayah hukum adat, siap bertanggungjawab untuk selalu menjalankan aturan-aturan adat yang berwawasan pelestarian alam dan ramah lingkungan.
5. Tentang isi PERDA dan Penjelasannya sudah berdasarkan hasil Musyawarah Adat dimasing-masing Kasepuhan yang dibuktikan dalam bentuk penyampaian saran dan masukan baik lisan ataupun tertulis.
6. Akan memperkuat aturan Adat yang berlaku dimasing-masing Kasepuhan untuk semua sektor kehidupan sebagai bentuk nyata pelestarian budaya yang ada.
7. Merekomendasikan agar tentang sistem pemilihan kepala desa di desa – desa yang berada didalam wilayah Adat Kasepuhan untuk ditunjuk langsung oleh Pupuhu Kasepuhan melalui Musyawarah Adat.
8. SABAKI harus mengagendakan program peningkatan pemberdayaan peran Perempuan dan Pemuda.
9. Pupuhu Kasepuhan mempercayakan kepada SABAKI dan lembaga – lembaga pendukung Masyarakat Adat Kasepuhan se – Banten Kidul untuk memperjuangkan hak-hak Masyarakat Kasepuhan sesuai dengan mandat yang diberikan oleh hasilRiungan Sesepuh Banten Kidul *** Abdi Akbar