Jelang Temu Nasional Perempuan AMAN II
Jakarta 23/9/2015- Sejak Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I) di Jakarta tahun 1999 suara perempuan adat bersatu sudah dikumandangkan. Waktu itu dalam acara sarasehan “Menggugat Posisi Perempuan Adat atas Masyarakat Adat dan Negara” yang diselenggarakan bersamaan dengan acara KMAN I itu hadir Yosepha Alomang atau lebih dikenal dengan sebutan Mama Yosepha (tokoh dibalik perlawanan Suku Amungme terhadap eksploitasi PT Freeport di Papua (red Irian Jaya).
Mama Yosepha bersama Nai Sinta Boru Sibarani (tokoh dibalik penolakan pengambilan tanah adat warga Sugapa, oleh PT Inti Indorayon Utama ( PT TPL), keduanya memberi kesaksian yang menjadi inspirasi sekaligus memompakan semangat juang bagi kaum perempuan adat.
Meskipun Temu Nasional Perempuan Adat I baru bisa dilaksanakan bersamaan dengan KMAN IV di Tobelo tahun 2012, namun gerak perjuangan kaum perempuan adat terus-menerus tumbuh. Perjuangan mempertahankan wilayah adat yang dipimpin para ibu (perempuan) di berbagai wilayah terus bermunculan seperti Mama Aleta Baun di Mollo NTT, Ibu Mardiana di Barito Kalteng, Ibu Gunarti di Rembang dan banyak lagi nama ibu-ibu pejuang adat lainnya.
Dalam konferensi pers di Rumah AMAN bilangan Tebet Timur (23/9/2015) menjelang Temu Nasional II Perempuan Adat Nusantara yang akan berlangsung di Bumi Gumati pada tanggal 27-29/9/2015 mendatang. Mina Susana Setra Deputi Sekjen AMAN Bidang Kelembagaan mengatakan, “disamping membahas struktur organisasi juga akan mendiskusikan bagaimana perempuan adat menyikapi perkembangan-perkembangan kebijakan pemerintah Indonesia yang berpengaruh terhadap mereka sebagai perempuan, baik itu isu-isu yang bersifat berpengaruh langsung maupun tidak,” papar Mina.
“Yang paling penting adalah membahas bagaimana keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan baik dalam tataran adat maupun dalam pemerintahan,” Mina menjelaskan.
Direktur OKK AMAN Eustobio Renggi mengatakan ada beberapa thema untuk sarasehan Temu Nasional ini antara lain “Perempuan Dan Sumber Daya Alam”, Posisi Perempuan Adat terhadap Agama dan Kepercayaan Leluhur, Kepemimpinan Perempuan Adat, Peran Perempuan Adat, Masyarakat Adat dan Negara. Eustobio menambahkan, “bagaimana memastikan peran perempuan adat masuk dalam RUU PPHMA juga peran perempuan adat dalam implementasi Putusan MK 35,” jelas Eustobio.
Dalam kesempatan terpisah Devi Anggraini Ketua Panitia Temu Nasional II Perempuan Adat Nusantara 2015 mengatakan ada beberapa hal yang hendak dicapai dalam kegiatan Munas Perempuan Adat Nusantara ini, antara lain :Menjadi wadah konsolidasi kader penggerak PEREMPUAN AMAN untuk memahami fungsi organisasi dan memperkuat posisi perempuan adat dalam menyuarakan kepentingan perempuan adat diberbagai tingkatan berkaitan dengan penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam.
Meningkatan kapasitas perempuan adat memahami isu spesifik yang berdampak pada kepentingan dan kebutuhan perempuan adat dengan menggunakan kerangka hak asasi yang fundamental sebagai perempuan dan manusia. Memetakan pemahaman perempuan adat mengenai pengetahuan dan otoritas atas ruang hidupnya dan pengelolaan sumberdaya alam.
Devi Anggraini juga berharap agar Munas II menghasilkan kepengurusan baru dari kader-kader penggerak terbaik PEREMPUAN AMAN yang akan memimpin organisasi ke depan. Pengurus yang memiliki kelincahan menerobos tantangan untuk menyuarakan sikap dan pandangan PEREMPUAN AMAN mengenai hak asasi sebagai perempuan dan hak melekat sebagai perempuan adat dalam komunitasnya di berbagai arena.
“Saya berharap disamping menjadi wadah konsolidasi dan menghasilkan program kerja prioritas dan strategi pemberdayaan perempuan adat menuju kemandirian yang berdaulat atas pengetahuan serta pengelolaan sumberdaya alam,” Devi Anggarini menambahkan.
Temu Nasional Perempuan Adat Nusantara ini akan dihadiri 200-an orang peserta dan peninjau, didukung oleh banyak pihak dan lembaga, termasuk Komnas Perempuan, Kemitraan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan. ***JLG