Jakarta 18/9/2015 – Masyarakat adat Suku Maya (Batan Agi Waigeo) marga Weju dan Ansan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua mengadu ke KLHK (16/09/15), Bareskrim Polri dan Komnas HAM (17/09/15) diwakili oleh Mokhtar Weju (perwakilan Marga Weju) Ludia Ester Mentansan (perwakilan Marga Ansan) Simson Sanoy, S.Sos (Sekertaris Lembaga Masyarakat Adat(LMA) Suku Asli Batan Agi Waigeo) Deki Bucevei (perwakilan Marga Vei). Kasus perampasan wilayah adat oleh proyek pemerintah lewat dana APBN ini mereka didampingi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Sejak tahun 2011-2013 lalu pembangunan jalan lingkar Raja Ampat Waisai oleh PT Kalanafat Putra dimulai, namun kini dihentikan akibat jalan yang dimaksud telah memasuki kawasan cagar alam dan hutan lindung. Selain di Waisai – Wawiyai pembangunan jalan juga dilakukan di Urbinasopen – Yensner yang dimulai pada tahun 2014 dan sekarang sudah memasuki KM 30 dari arah Urbinasopen.
Masyarakat sudah melakukan konfirmasi pada pihak BKSDA dan memperoleh keterangan bahwa BKSDA belum memberikan rekomendasi terkait pembukaan jalan Trans Urbinasopen – Yensner tersebut. Jika dilihat secara kewilayahan, daerah Urbinasopen – Yesiner berjauhan dengan Waisai – Wawiyai, menjadi semakin rancu ketika terpampang plang bertuliskan “Pembangunan Jalan Trans Waisai – Wawiyai” ditancapkan di Jalan Trans Urbinasopen – Yensner.
Selain fakta di atas, selama ini masyarakat juga tidak pernah dilibatkan dari proses awal hingga pembangunan jalan trans tersebut. Kerugian masyarakat juga tidak sedikit, baik kerusakan lingkungan, rusaknya situs keramat milik masyarakat turun temurun yaitu Goa Keramat dan tanaman tumbuh warisan leluhur yang selama ini dirawat menjadi rusak.
Pihak Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati dan DPRD Kabupaten Raja Ampat mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah menyetujui pelaksanaan proyek ini. Bupati mengatakan bahwa proyek ini menggunakan dana APBN sehingga tidak mengetahui pelaksanaan proyek Jalan Trans Urbinasopen – Yensner. Melalui hearing antara masyarakat dengan DPRD Kabupaten Raja Ampat (6/08/15) menghasilkan beberapa rekomendasi oleh DPRD, yaitu:
1. Meminta PT. Kalanafat Putra bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan.
2. Meminta Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh Proyek APBN ini, karena wilayah Waigeo adalah kawasan konservasi laut maupun darat.
Masyarakat adat Urbinasopen dan Yensner juga dengan tegas menolak pembangunan Jalan Trans Urbinasopen – Yensner dan meminta ganti rugi sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan selama pembangunan.***Monica N’doen