Kasus Masyarakat Adat Dayak Silat Hulu vs PT BNM
Jakarta 6/10/2015 – Permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus Japin dan Vitalis Andi (Masyarakat Adat Dayak Silat Hulu, Ketapang, Kalbar) kepada Mahkamah Agung atas perkara yang dituduhkan pada keduanya, akhirnya dikabulkan Mahkamah Agung (5/10/2015).
Majelis Hakim PK yang terdiri dari Dr. Salman Luthan, S.H., M.H; Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H., dan Dr. H. Margono, S.H., M.Hum., M.M juga membatalkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2292 K/Pid.Sus/2011 dan merehabilitasi nama para terpidana dan memulihkan hak-hak para terpidana dalam kedudukan, harkat dan martabatnya.
Majelis Hakim PK perkara antara masyarakat adat dan PT Bangun Nusa Mandiri (anak PT Sinar Mas Grup), mempertimbangkan bahwa dalam perkara yang diajukan Japin dan Vitalis Andi terdapat keadaan baru (Novum), yakni Putusan MK No: 55/PUU-VIII/2011. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut membatalkan Pasal yang menjadi dasar Japin dan Vitalis Andi dipidana.
Konflik antara masyarakat adat Silat Hulu dengan PT BNM dimulai pada April tahun 2008 ketika pembukaan lahan perkebunan sawit seluas 350 hektar yang menggusur areal perladangan, kebun warga dan kuburan. Masyarakat Adat Dayak Silat Hulu melakukan perlawanan dan menyita alat berat milik PT BNM. Perusahaan kemudian melaporkan hal tersebut ke polisi. Tanggal 28 Oktober 2009 lima warga Silat Hulu dipanggil menghadap Polres Ketapang namun hanya Japin dan Vitalis Andi yang dianggap melakukan tindak pidana karena mengganggu jalannya usaha perkebunan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 21 jo. Pasal 47 UU Perkebunan.
Japin dan Vitalis Andi selanjutnya ditangkap, diadili dan dinyatakan bersalah melakukan perbuatan mengganggu jalannya usaha perkebunan, dan dipidana 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ketapang, dengan perkara nomor 151/Pid.B/2010/PN.KTP. Mengikuti putusan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi Pontianak (Perkara Nomor: 73/PID/2011/PT.PTK) dan Mahkamah Agung (Perkara Nomor: 2292 K/Pid.Sus/2011) melanjutkan dan memiliki pendapat yang sama dengan Pengadilan Negeri Ketapang, yaitu menyatakan Japin dan Vitalis Andi bersalah, serta tetap menghukum keduanya.
Japin dan Vitalis Andi, bersama-sama dengan korban kriminalisasi lainnya dari Sumatera Utara dan Blitar, mengajukan permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, pada 9 September 2011, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 55/PUU-VIII/2010, telah membatalkan Pasal 21 dan Pasal 47 UU Perkebunan.
Berbekal putusan MK tersebut, Vitalis Andi dan Japin mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung Nomor 2292 K/Pid.Sus/2011 dan hasilnya berpihak kepada masyarakat adat dan korban kriminalisasi ini.****