Seminar Percepatan Implementasi Putusan MK NO. 35/PUU-X/2012
Musyawarah Daerah I AMAN Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015
Balige 10/10/2015 – Seminar dan Musyawarah Daerah (Musda) I AMAN Toba Samosir berlangsung dengan hikmat dan tertib diawali dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Pembacaan Janji AMAN oleh seluruh peserta. Kegiatan Musda yang diikuti oleh tujuh komunitas anggota AMAN yang tersebar di Kabupaten Toba Samosir ini, dibuka dan diresmikan langsung oleh Ketua BPH Wilayah AMAN Tano Batak, Roganda Simanjuntak bertempat di Makam Pahlawan Sisingamangaraja XII, Kec.Balige, Kab.Toba Samosir.
Seluruh komunitas peserta Musda sepakat memilih Hotman Siagian (Komunitas adat Matio) dari Kecamatan Habinsaran menjadi Ketua BPH Daerah Toba Samosir. Rukman Lubis (Komunitas Lumban Rau Utara) dari Kecamatan Nassau sebagai Ketua Dewan AMAN Daerah Toba Samosir Periode 2015-2020. Ketua BPH dan Ketua DAMANDA Daerah Tobasa yang terpilih dilantik dan membacakan janji organisasi untuk menjalankan program-program kerja daerah yang telah disepakati bersama dan ditetapkan dalam sidang pleno. Penyerahan secara resmi bendera Organiasi AMAN oleh Ketua BPH Wilayah AMAN Tano Batak kepada Ketua BPH AMAN Daerah Toba Samosir dan DAMANDA Toba Samosir disaksikan seluruh peserta sebagai simbol kesetiaan kepada organisasi .
Dalam Sambutannya, Roganda menyampaikan diselenggarakannya musda agar Pengurus AMAN Daerah di Kab Tobasa terbentuk sesuai dengan mandat Hasil Keputusan Kongres AMAN IV 2012 sesuai Anggaran Dasar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara tentang Musyawarah Daerah. Supaya organisasi perjuangan masyarakat adat semakin kuat dan kokoh melalui kesatuan yang solid diantara komunitas-komunitas yang ada di Toba Samosir.
“Pada Seminar dan Musda masyarakat adat ini kita undang Pihak Pemkab dan DPRD Toba Samosir, harapan kita ke depan agar Pemkab maupun DPRD mendukung perjuangan masyarakat Adat melalui inisiatif PERDA PPHMA,” sambung Roganda.
Uji Materi UU Kehutanan No.41/1999 Tidak Lepas Dari Putusan MK No.45
Sebelum Musda Toba Samosir, dilaksankan Seminar mengenai Percepatan Implementasi Putusan Mk No. 35/PUU-X/2012 Tentang Hutan Adat Bukan Hutan Negara. Sebagai narasumber hadir Sinung Karto Bid. Advokasi PB AMAN, Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak Roganda Simanjuntak, Tokoh Masyarakat Pdt.Nelson Siregar, Pemkab Toba Samosir, Dan Baleg DPRD Toba Samosir Husden Sianipar.
Dalam penjelasannya mengenai Putusan MK No.35, Sinung menjelaskan bahwa Uji Materi UU Kehutanan No.41/1999 tidak terlepas dari Putusan MK No.45 “AMAN bersama 4 Bupati mengajukan uji materi ke MK. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan ditetapkan pemerintah. “Ketika pemerintah menunjuk sebuah kawasan hutan lindung misalnya, proses tersebut tidak memperhatikan apakah ada orang atau pemilik di dalamnya sehingga menimbulkan konflik bagi masyarakat adat yang mendiami wilayah tersebut,” papar Sinung
Di Indonesia ini, Sambung Sinung ada sekitar 32.000 desa yang masuk kawasan hutan dan 30 s/d 40 % sifat hutan negara, itu sebetulnya masih penunjukan. Penetapan sepihak yang dilakukan Menhut SK 44 tidak memperhatikan di dalamnya ada wilayah defenitif. Ada proses yang harus dilalui misalnya ada pembentukan panitia, ada proses identifikasi tata batas, pengukuhan lalu ditetapkan. Dengan Itu AMAN mengajukan dua poin uji materi; pertama hutan adat adalah hutan masyarakat adat yang di dalam hutan negara. Ke dua di UU 41 ada persyaratan. Lalu MK membuat putusan bahwa hutan adat bukan hutan negara.
“ Setelah itu ada putusan-putusan pokok dari gugatan tersebut bahwa selama ini terjadi pengabaian hak-hak Masyarakat Adat. Ke dua, hutan adat dikeluarkan dari posisi sebelumnya di hutan negara, jadi hutan adat berada di wilayah adat. Ke tiga, pemegang hak atas hutan adalah masyarakat adat. Masyarakat adat dalam konstitusi ada dalam Pasal 18B UUD 1945,” Sambung Sinung
Agus Nadapdap dari Komunitas Adat Sibisa mengajukan pertanyaan kepada pemkab mengenai SK 44 yang masih selalu digunakan kehutanan di wilayah masyarakat adat.
“SK 44 sudah direvisi. Tapi kenyataannya Pemkab lewat kehutanan tidak perduli dengan Putusan MK No.35 tersebut dan malah sampai sekarang masih selalu digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat. Jadi tolong penjelasan dari Bapak Pemkab dan DPRD ?,” tanya Agus.
Anggota Baleg DPRD Toba Samosir, Husden Sianipar menjelaskan bahwa Masalah hukum ulayat/tanah adat di Tobasa belum ada yang diatur. Namun Pemkab dan Legislatif terus berkonsultasi dengan daerah lain. Seyogianya harus seperti di daerah Padang (Sumbar-red).
“Di sini belum terbentuk lembaga adat, sehingga tidak memungkinkan kita untuk membentuk aturan itu dalam waktu cepat. Karena itu ke depan pengurus ikut membentuk bersama kami (DPRD) dan eksekutif. Setelah terbentuk pengurusnya, baru kita bisa menindaklanjuti pembuatan Perda ke depannya,” lanjut Husden.
Tokoh Masyarakat yang juga sebagai penginjil dan giat mendukung perjuangan masyarakat adat, Pdt Nelson Siregar menyampaikan bahwa baik dari Pemkab maupun Legislatif, sudah sepatutnya sadar dan tanggap dengan keperluaan masyarakat adat, jangan cepat melupakan janji-janji kampanye setelah terpilih. Tanah Batak adalah tanah masyarakat adat, semuanya masih berlangsung baik adat maupun tradisinya meskipun sudah semakin terkikis oleh perkembangan zaman dan pembangunan.
Masyarakat adat membutuhkan perhatian penuh dari pemerintah begitu pun sebaliknya. “Kalau dalam struktur pemikiran batak ada 5; martutur (kekerabatan), martuhan (bertuhan), marparange (pantun hangoluan, tois hamagoan), maraturan [taat aturan], mararta (sejahtera). Jadi semua ini sudah ada, yang mau saya katakan, mampukah kita mengembalikan semua itu? Kita harus eksis supaya kita integral dengan negara ini. Adat bertujuan supaya kita sama-sama sejahtera. Karena itu segeralah, jangan lagi ada yang takut. Itu harapan saya,” kata Pdt Nelson menutup. *** Biro OKK PW AMAN Tano Batak Andrian Pakpahan