Jambi, 4/12/2015 – Manajemen Hutan Harapan bersama empat komunitas masyarakat adat Batin Sembilan menandatangani kesepakatan ruang kelola di dalam kawasan Hutan Harapan. Kerja sama ini menandai dimulainya program tanaman kehidupan di Hutan Harapan, sebagai hutan restorasi pertama di Indonesia dengan luas 98.555 hektare.
Penandatanganan kesepakatan berlangsung di Camp Hutan Harapan, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, Kamis (3/12), oleh Presiden Direktur PT Restorasi Ekosistem Indonesi Effendy A Sumardja selaku pengelola dan pemegang konsesi Hutan Harapan dan para tetua adat perwakilan masyarakat adat Batin Sembilan.
Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dan Direktur Usaha Jasa Lingkungan & Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi KLHK Gatot Soebiantoro ikut menyaksikan dan mengesahkan kesepakatan tersebut. Turut menyaksikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Irmansyah Rahman, perwakilan Burung Indonesia dan CAPPA.
Lima kelompok Batin Sembilan tersebut berada di bawah garis Marga Batin Kandang Rebo, Bawah Bedaro (Kelompok Mitrazone, Kelompok Sungai Beruang/Gelinding dan Kelompok Simpang Tanding) dan Pasirah Pintang Iman Simpang Macan Luar.
“Lewat kesepakatan ini kerja sama antara Hutan Harapan dan Batin Sembilan akan saling menguntungkan sehubungan dengan lokasi, batas wilayah kelola, tata kelola, warga yang diakomodir, hak dan kewajiban, hingga ke monitoring dan evaluasi,” kata Presiden Direktur PT Reki Effendy A Sumarja seusai penandatanganan.
“Kita ketahui bahwa kawasan Hutan Harapan juga tempat hidup dan mencari kehidupan masyarakat Batin Sembilan,” tambah Effendy. Kesepakatan diatur untuk tujuan pengelolaan kawasan hutan negara yang menjadi areal kerja Hutan Harapan dan pemenuhan kebutuhan akan akses dan ruang kelola Batin Sembilan.
Ruang kelola tersebut berada di hutan seluas 1.455 hektare, dikelola secara bersama oleh 390 jiwa masyarakat Batin Sembilan meliputi lokasi pengembangan tanaman kehidupan, pemukiman, fasilitas sosial, budidaya tanaman pangan, kebun campur, pemakaman, hutan bersama, tanaman obat, holtikultura, sepadan sungai dan sumber mata air.
Dalam kesepakatan tersebut juga diatur bagaimana memanfaatkan hasil ikan dengan cara-cara tradisional, seperti memancing, menajur, memasang bubu, menjala, dan tidak boleh memgunakan racun, jaring, listrik, atau bom ikan. Kesepakatan lainnya adalah pada jenis hasil hutan bukan kayu.
Kepala Task Force 2 Hutan Harapan Urip Wiharjo menambahkan, setelah penandatanganan kesepakatan ini selanjutnya akan didorong pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pengembangan tanaman kehidupan. “Dalam penataan dan pengelolaan akan disusun rencana secara partisipatif, melibatkan dan menyesuaikan kebutuhan masyarakat,” tegas Urip.
Tokoh Simpang Macan Luar, Mat Samin, mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang membantu membangun kesepakatan ruang kelola ini. Tokoh lainnya, Damsi, yang merupakan Depati Marga Batin Kandang Rebo, mengucapkan terima kasih kepada PT Reki yang menunjukkan kepedulian kepada masyarakat. “Kesepakatan ini sangat ditunggu-tunggu,” katanya.
Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hanni Hadiati yang juga hadir menghimbau keterlibatan berbagai pihak untuk melindungi hutan, termasuk memberantas illegal logging, perburuan satwa, dan lain sebagainya. “KLHK memaksimalkan upaya resolusi konflik dan penataan ruang kelola masyarakat adat,” katanya.
Direktur Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat, KLHK Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa kesepakatan ini tercapai melalui dialog dan perjalanan panjang. “Dalam merestorasi ekosistem, PT Reki harus mengingat dan memperhatikan manusia di dalamnya,” Vivien mengingatkan.
Vivien menghimbau masyarakat menjaga hutan agar tersedia ruang untuk hidup dan penghidupan masyarakat. “Dalam kesepakatan itu ada wilayah yang sudah ditentukan, masyarakat boleh manfaatkan hasil hutan dalam wilayah tersebut,” katanya.
Pemerintah Provinsi Jambi menyambut baik kesepakatan penting ini. “Bagi kedua pihak yang menanda tangani, agar saling menghormati, mengetahui hak dan kewajibannya. “Ke depan kami harapkan tumbuh rasa memiliki masyarakat terhadap Hutan Harapan di Jambi dan untuk menjaganya kita perlu melakukan patroli bersama ,” kata Kabid Penataan Kawasan Hutan Wahyu Widodo yang datang mewakili Kepala Dishut Provinsi Jambi. “Penandatanganan kesepakatan ini menjadi momen bersejarah, semoga kelompok-kelompok lain bisa segera mengikuti kesepakatan seperti ini,” tambahnya.
Sementara itu supervisor Task Force II Mangarah Silalahi mengatakan bahwa kesepakatan ruang kelola ini merupakan wujud implementasi kebijakan baru PT Reki terkait Human Right, Social and Community Engangement Commitment (HARSCEC). Mangarah juga berterimakasih kepada Danida dan KfW yang telah mendukung penyelamatan hutan adat Batin Sembilan*** Joni Rizal
*Tentang Restorasi Ekosistem : Pemerintah RI meluncurkan kebijakan restorasi ekosistem (RE) di hutan produksi secara resmi melalui SK Menteri Kehutanan No 159/Menhut-II/2004. Pada 2005, untuk pertama kalinya di Indonesia ditetapkan areal seluas 98.555 hektare di Jambi dan Sumsel sebagai kawasan Restorasi Ekosistem (RE) yang selanjutnya diberi nama Hutan Harapan (Harapan Rainforest).