Mentawai – Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD-AMAN) Kepulauan Mentawai terus melakukan sosialisasi dan pemetaan wilayah adatnya untuk mendorong pemerintah menetapkan Perda Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Adat.
Pemetaan ini dilakukan untuk mendapatkan ruang bagi masyarakat untuk mengelola hutan dan potensi sumber daya alam yang ada diwilayah adatnya yang dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan warga adatnya.
Saat ini di wilayah Mentawai ada 13 komunitas yang menjadi fokus pendampingan PD AMAN Mentawai untuk dilakukan pemetaan wilayah adatnya. Komunitas-komunitas tersebut berada di 2 pulau yakni Pulau Siberut, 8 komunitas sedangkan di Pulau Sipora ada 5 komunitas kemudian di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan belum dipetakan karena belum ada menjadi anggota PD AMAN Mentawai.
Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) PD AMAN Mentawai Rapot Pardomuan menjelaskan bahwa perkembangan hingga Desember 2015 ini untuk wilayah Pulau Sipora baru 3 komunitas yang sudah dipetakan yakni komunitas Goiso’ Oinan, Saureinu’ dan Rokot. Sementara komunitas Matobe dan Sioban akan dilanjutkan pada 2016.
Kemudian di Pulau Siberut ada 8 komunitas segera dipetakan yakni Komunitas Tiop, Puro, Rogdok, Magosi, Salappak, Gotap, Saibi dan Komunitas Pokai.
Dipulau Siberut bulan Desember 2015 ini baru tiga komunitas selesai dipetakan yakni di komunitas Rogdok, Salappak dan Magosi. Di Komunitas Rogodok sementara belum semua suku melakukan pemetaan baru Suku Saguruwjuw karena suku lain masih berpikir-pikir.
Rapot mengatakan untuk permintaan pemetaan wilayah akan diberikan wewenang kepada masyarakat. “Kita tidak paksakan, kalau masyarakatnya mau memetakan kita terima tetapi harus ada kesepakatan atau berita acara dari suku-suku tentang permohonan pemetaan wilayahnya,” kata Rapot pada Sabtu, (19/12/2015).
Selain memetakan komunitas anggota PD AMAN Mentawai pada kegiatan yang dilakukan pada awal Desember 2015 lalu, PD AMAN Mentawai rencananya melakukan pemetaan indikatif atau etnografi yakni mengumpulkan sejarah asal usul komunitas dan pemetaan wilayah adat Pulau Siberut, dengan dilakukannya pemetaan indikatif Rapot menjelaskan jika ada permintaan masyarakat pada PD AMAN Mentawai siap membantu untuk melakukan pemetaan.
“Kita siap tentu harus ada kesepakatan suku-suku yang mengajukan pemetaan kepada kita, tetapi kalau pemetaan kemudian untuk perusahaan kita tidak akan petakan, makanya harus ada kesepakatan di atas materai bahwa pemetaan dilakukan hanya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat adat,” kata Rapot.
Program pemetaan yang dilakukan PD AMAN Mentawai untuk mendorong lahirnya Perda dan permohonan SK Bupati tentang penetapan wilayah adat. Ketika ini menjadi hutan adat atau hutan hak perlu persiapan untuk mengelolanya demi kesejahteraan, bukan untuk dijual ke perusahan.
Ketika dilakukan pemetaan masyarakat berhak untuk meminta pemberdayaan dari pemerintah dengan dan pemeritah berkewajiban memenuhi hak masyarakat adat untuk mengelola hutan adatnya.
Kemudian kelembagaan adat juga sangat perlu untuk bermusyawarah, dengan pemetaan ini tidak hanya wilayah adat saja dipetakan tetapi peran lembaga adat ini berjalan berdasarkan aturan adat yang diberlakukan.
Sehingga ketika Pemerintah dengan Permendagri 52 tahun 2014 melakukan verifikasi masyarakat adat sudah siap dengan wilayah adatnya dan sudah tahu batas wilayahnya, peta wilayah, kelembagaan adat dan aturan adat serta asal usulnya.*** (Patriz Sanene)