MENTAWAI-Rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Mentawai akan dibahas DPRD Mentawai awal Januari 2016.
Sebelumnya DPRD Mentawai melalui Wakil ketua I, Kortanius Sabeleake berjanji pada November 2015 Ranperda Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat akan dibahas karena telah masuk dalam prolegda 2014.
Alasan penundaan pembahasan ranperda tahun ini karena waktu kurang efektif jelang Desember karena ada agenda prioritas yang harus diselesaikan yakni pembahasan APBD 2106.
“Bisa kita bahas tetapi kita kwatir perda yang kita hasilkan tidak maksimal, dengan pertimbangan waktu dimana pada November ini kita harus menyelesaikan pembahasan APBD 2016 maka kita sepakati membahasnya pada 2016, tak hanya ranperda masyarakat adat yang kita tunda tetapi juga ada 4 ranperda lain,” kata Yosep Sarogdok, ketua DPRD Mentawai yang juga kader PD AMAN Mentawai.
Selain ranperda masyarakat adat juga ada empat ranperda lain yang rencananya akan dibahas diantaranya ranperda Izin Usaha Jasa dan Konstruksi, Ranperda Bangunan Gedung, Ranperda Penganggaran Soal Bantuan Hukum, dan Ranperda Ketentraman dan Ketertiban Umum.
Tidak terima alasan DPRD yang telah menjanjikan pembahasannya tahun 2015 puluhan masyarakat adat yang tergabung di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mentawai tersebut mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mentawai sekitar pukul 14.00 Senin itu.
Kedatangan puluhan masyarakat adat dari 5 komunitas dari pulau Sipora tersebut meminta penjelasan kepada anggota alasan penundaan dan mendorong kepastian waktu untuk mengagendakan pembahasan ranperda lagi.
Dialog yang dilakukan diruang sidang DPRD pun berjalan lancar dan kondusif. Kedatangan masyarakat adat ke kantor DPRD untuk memperjuangkan haknya dengan mendesak DPRD untuk segera mengesahkan ranperda ini sebagai dasar untuk melindungi hak mereka atas tanah dan sumber daya alam yang telah dimiliki dari warisan nenek moyang.
Dalam dialog ini, ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda), Juniarman Samaloisa mengatakan alasan sama bahwa pembahasan Ranperda masyarakat adat akan dibahas pada Januari 2016. Juniarman membantah bahwa adanya isu DPRD sengaja memperlambat dan menolak Ranperda ini.
“Kita tidak ada upaya memperlambat dan menolak Ranperda ini, kita tetap mendukung, kita sama-sama berjuang, kita memilih tahun 2016 karena waktunya lebih maksimal dan ini membutuhkan uji publik,”.
“Karena, lanjut Juniarman, perlu menghadirkan masyarakat adat atau LSM pemerhati masyarakat sehingga Perda yang kita hasilkan berkualitas, hanya persoalan waktu dimana pada November ini kita akan menyelesaikan pembahasan APBD murni,” kata Juniarman.
Nelsen Sakerebau anggota Balegda menegaskan bahwa jelang 2016 nanti Ranperda Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat akan pertama kali dibahas.
“Kita akan selesaikan ini (Ranperda PPHMHA), keberpihakan kami jelas jika sudah selesai pembahasan APBD 2016 pertama sekali ini yang kita bahas kalau tidak sesama DPRD kami yang bertengkar ini pernyataan saya, namun mohon kepada Bapak-bapak untuk memberikan masukan agar ditambahkan” Janji Nelsen sambil mengangkat dan menunjuk lembaran draf Ranperda dari atas mejanya.
Pada akhir pertemuan masyarakat adat dan anggota DPRD Mentawai berjanji pada 2016 mendatang ranperda masyarakat adat akan diprioritaskan untuk dibahas pada agenda awal Januari mendatang.
Perjalanan Ranperda Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat (PPHMA) tersebut sebetulnya telah diinisiasi oleh Pemda Mentawai melalui Bappeda
Kemudian diseminarkan pada akhir 2014 lalu di Tupeijat bersama Pemda Mentawai untuk mendapatkan masukan dan perbaikan atas konsep Ranperda PPMHA tersebut.
Setalah dilakukan seminar Ranperda Ranperda Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat telah masuk dalam prolegda 2015 Namun hingga November 2015 yang direncakan dan dijanjikan oleh DPRD juga tak kunjung dibahas karena alasan waktu yang padat.
Dasar AMAN dan masyarakat adat yang berada di komunitas untuk mendorong penetapan perda Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat untuk mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya melindungi masyakat adatnya sebagaimana telah diamanatkan pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua pada tahun 2000. ***(Patriz Sanene-Mentawai)