AMAN tagih janji Nawacita
Jakarta 18/3/2016 – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) lahir sebagai organisasi perjuangan Masyarakat Adat untuk mendapat pengakuan dan pemulihan atas hak-haknya pada 17 tahun yang silam tepatnya 17/3/1999. Satu momentum kebangkitan masyarakat adat untuk berjuang berjuang bersama-sama demi meraih kedaulatan , kemandirian dan bermartabat.
Sebagai refleksi dari perjuangan tersebut AMAN menyelenggarakan diskusi publik “Menagih Janji Nawacita” Segerakan Pengesahan UU Masyarakat Adat dan Pembentukan Satgas Masyarakat Adat dari pagi hingga sore.
Puncak acara perayaan digelar di Pusat Perfilman Usmar Ismail di bilangan H.R Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan. Acara diisi dengan pameran aneka produk – produk kerajian dari komunitas adat, kuliner khas masyarakat adat Nusantara, pemutaran film dan pentas seni.
Dalam sambutannya Sekjen AMAN Abdon Nababan mengatakan terharu karena dalam usia relatif muda AMAN telah membawa perubahan, meskipun kecil dan pelan. “Kalau dulu bicara tentang masyarakat adat saja mudah sekali disebut saparatis, bicara harus bisik-bisik, sekarang media sudah sering memuat berita tentang masyarakat adat, pemerintahpun sudah mau mengundang kita untuk berdiskusi,” kata Abdon. Dia juga menyampaikan rasa optimisnya melihat perkembangan sayap organisasi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan Perempuan Adat.
“Kita telah melalui berbagai tantangan, banyak yang ditangkap masuk penjara, saat ini masih banyak yang jadi buronan untuk memperjuangkan tanah air masyarakat adat, tanah air Indonesia,” lanjutnya.
“Tahun ini kita kehilangan para aktifis, Jopi Paranginangin, Eka dari Kaltim. Juga seorang pegawai negeri sipil, pendukung kita di pemerintahan yang selama puluhan tahun bersama-sama dengan kita, Bapak Joni Purba, meninggalkan kita semua,” kata Abdon haru.
“Setiap hari di lapangan minimal 4 kasus pengaduan. Saya yakin pengurus AMAN di wilayah dan daerah juga dapat telepon dan sms yang sama yang penuh derita tangisan minta tolong, dukungan, bantuan dan itu yang kita alami selama 17 tahun,” lanjutnya.
“Tapi karena kita berjuang besama-sama, terorganisir dan terpimpin sekarang ini kalau pemerintah mau merencanakan sesuatu kita selalu diundang, kita sudah mulai didengar. Tapi apakah didengar dan kemudian diterjemahkan menjadi kebijakan? ” jelas Abdon lebih jauh.
“Tahun lalu kita bersama-sama mendukung calon presiden Bapak Jokowi dan wakil presiden Bapak Jusuf Kalla. Kita bertemu dari hati ke hati, dan kemudian mereka berdua berkomitmen, enam komitmen untuk masyarakat adat dalam Nawacita. Itu kita sudah didengar, tapi apakah sudah dilaksanakan? belum,” lanjut Abdon.
“Artinya kita masih harus bekerja keras, RUU Masyarakat Adat ada di situ, lembaga permanen independen ada di situ. Presiden memang sudah mengatakan bahwa tidak bisa melakukannya dalam waktu cepat, lalu kita usulkan supaya bisa mempersiapkan semuanya itu kita usulkan ada Satgas Masyarakat Adat”
“Pak presiden memang sudah mendengar, mencatat dan mengiyakan. Tapi sampai hari ini Satgas Masyarakat Adat belum terbentuk. Semangat Barisan Pemuda Adat dalam fragmen yang disampaikan tadi itulah semangat kita. Satgas yang sudah dijanjikan itu akan dipenuhi, Satgas segera hadir,” sambung Sekjen AMAN tersebut
“Saya tahu beberapa waktu ini kegalauan dan keresahan di AMAN sangat besar. Ada laporan dari pengurus wilayah bahwa ada penyanderaan buldoser, ada blokade di mana-mana karena sudah tidak sabar menunggu. Kita sudah sepakat bahwa seluruh proses pemulihan hak-hak masyarakat adat, kita lakukan secara damai”
“Jangan lakukan tindakan-tindakan yang bisa menimbulkan masalah besar, relasi kita dengan negara sedang membaik. Kalau nanti janji itu semua adalah palsu tunggu perintah, jangan lakukan sendiri-sendiri,” tegas Abdon Nababan.
“Karena saat kebijakan pemerintah mempersilahkan investasi masuk sampai ke daerah-daerah, itu mengancam kehancuran masyarakat adat karena tanah dan sumber kehidupan lainnya seperti hutan hilang dan laut rusak. Jika tidak terbendung tidak mustahil masyarakat adat akan ikut musnah,” kata Abdon Nababan.
Malam Budaya
Malam perayaan ini diwarnai dengan pameran foto, buku dan produk komunitas adat, seperti dari Toraja, NTT, Badui, Dayak dan banyak lagi lainnya. Makanan dan minuman tradisional khas beberapa daerah turut dihidangkan bagi tamu undangan. Tari-tarian daerah yang beragam dari warna kostum, musik hingga kelincahan para penarinya turut mempesona tamu undangan dengan berbagai suguhan keberagaman budaya Indonesia.
Perayaan kebangkitan juga menampilkan tari-tarian daerah seperti Tor-Tor Mula-Mula dan Tor-Tor Kreasi Sawan Pangurason dari Batak, tari Suku Dayak Burung Ruai yang diiringi musik Sape, tari Nyamah dari Kalimantan Barat, tari Kawasaran dari Minahasa yang menggambarkan bagaimana para waraney (laskar perang) berperang melindungi tanah Minahasa. Sanggar Teitei Lappoira menarikan ritus saat terjadinya gempa di Mentawai. Dadang Navicula kemudian menyanyikan lagu “Siapa Lagi Kalau Bukan Kita” kemudian Dadang melibatkan seluruh hadirin untuk menyanyikan lagu tersebut bersama-sama.
Pada kesempatan ini Sandra Moniaga figur yang pernah menjadi ketua panitia persiapan Kongres pertama Masyarakat Adat pada tahun 1999, menuturkan sejarah masyarakat adat dan lahirnya AMAN.
Sandra menceritakan bagaimana kongres pertama AMAN diselenggarakan dengan semangat membangun organisasi rakyat / masyarakat adat dan dikelola dengan agenda kerja yang dibangun oleh masyarakat adat sendiri. Penuturan sejarah bangkitnya masyarakat adat ini memberi pemahaman baru bagi para tamu dan undangan. AMAN juga sudah mempunyai organisasi sayap Barisan Pemuda Adat Nusantara BPAN, Persekutuan Perempuan Adat Nusantara dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).****JLG