Kupang 4/42016 – Keluarga besar Suku Manbait menyatakan bahwa surat dukungan yang dikeluarkan oleh PEMDA NTT kepada PT Sasando tanpa sepengetahuan Keluarga Besar Suku Manbait selaku pemilik sah tanah ulayat tersebut. Suku Manbait merasa tidak pernah menyerahkan tanahnya kepada PT Sasando.
Keluarga Manbait menyerahkan tanah seluas 1000 Ha hanya kepada Perusahaa Negara Mekatani 07 dengan perjanjian antara Keluarga Manbait dan Pihak Perusahaan bahwa perusahaan tidak boleh menjual dan menggadaikan tanah tersebut kepada pihak mana pun.
Dalam perjalanannya Perusahaan Mekatani kemudian di Likuidasi. Total keselurahan luas lahan yang dikuasai oleh PT. Sasando seluas 225 Ha sesuai dengan Surat Dukungan Gubernur NTT Nomor : 521.3/280/83- BANG PRODA. HGU yang di keluarkan oleh PEMDA NTT tertanggal 18 Oktober 1983.
Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur telah menyetujui dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada PT. SASANDO dengan penanggung jawab JO.H. HENUHILI untuk mengusahakan dan mengembangkan pertanian dalam bentuk pengolahan tanaman terpadu.
Dalam usaha pengembangan pertanian di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur, PT Sasando sebagai perusahaan yang bergerak dalam pengolahann tanah terpadu diharuskan mematuhi beberapa ketentuan antara lain PT. Sasando harus sanggup mentaati segala persyaratan/peraturan yang berlaku. Surat dukungan gubernur tersebut penggunananya dilarang untuk orang lain dan (atau Badan Usaha Lain). PT. Sasando juga wajibkan melaporkan kegiatannya kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur. Surat tersebut dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya dan berlaku selama I (satu) tahun, terhitung mulai tanggal dikeluarkannya dengan ketentuan akan dicabut apabila dikemudian hari tidak dapat dilaksanakannya.
Sementara dalam prakteknya sejak keluarnya surat dari Gubernur NTT itu, tanah adat dimaksud dibiarkan terlantar oleh PT Sasandao hingga hari ini. Maka Keluarga Besar Suku Manbait berhak untuk mengambil alih kembali tanah tersebut. Sesuai ketentuan Undang-Undang pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 pasal 29 tentang Izin Hak Guna Usaha maksimal 25 tahun dan dalam perjalanannya dibiarkan terlantar wajib hukumnya diambil alih kembali oleh pemilik tanah ulayat yang sah.
Mulai bulan Maret keluarga Manbait sudah menduduki lokasi tanah HGU yang di klaim PT. Sasando, tanah itu akan dihibahkan kepada warga lokal dan sanak saudara eks pengungsi Timor Leste yang sudah 17 tahun meninggalkan kampung halamannya dan belum mendapatkan kepastian hak atas tanah dari negara untuk tempat tinggal maupun untuk usaha produksi pertanian tegas bapak “Wensus Bait pemilik sah tanah ulayat tersebut. Ibu Susana Maria Babis Istri Wensus Bait menambahkan jika PT Sasando merasa tanah yang kami duduki sekarang adalah hak miliknya silahkan datang menemui keluarga besar Suku Manbait atau menempuh jalur hukum.
Kita Keluarga besar Manbait dan Sonbai siap meladeni PT Sasando secara hukum karena kami memiliki bukti-bukti dan sejarah sejak nenek moyang kami dan mereka mendapatkan tanah penuh perjuangan bukan dengan cara memutar balikan fakta.
Hal senada disampaikan oleh Yustinus Dharma Manejer Kampanye Isu Pesisir dan Kelautan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT yang mendampingi kasus agraria ini mengatakan. “Kita turut mendukung perjuangan keluarga besar Suku Manbait dan sanak saudara eks Pengungsi Timor leste dan warga lokal yang tidak punya tanah untuk merebutkan hak atas tanah,” kata Yustinus.
“Kita hidup dari tanah dan akan kembali ke tanah maka tanah tidak boleh dibiarkan terlantar dan teruslah berjuang mempertahankan hak atas tanah sampai kapanpun. Yustinus meminta pihak PT Sasando untuk melakukan mediasi secara baik dengan pihak pemilik ulayat. “Jika merasa masih memegang izin HGU dan HGU maksimal diberikan hanya 25 tahun berdasar UU Pokok Agrian Pasal 29 tentang HGU. Hentikaan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga adat yang melakukan reklaim di atas tanah HGU tersebut,” tegasnya. *** Infokom AMAN