Scooping Community Forest Enterprise
Mexico 14 /6/ 2016 – Deputi III Sekjen AMAN Arifin Monang Saleh bersama Mirza Indra Direktur Pemberdayaan Ekonomi melakukan kunjungan pengamatan pada 1-12/6/2015 lalu ke komunitas-komunitas adat di Meksiko. Mencatat bagaimana Komunitas San Juan, Oaxaca berhasil dan sukses membangun kewirausahaan masyarakat hutan (Community Forest Enterprise) di sana.
Pengalaman terpenting adalah Revolusi Meksiko menghasilkan pembagian wilayah : 70% Community Land (dikuasai dan dikelola oleh komunitas adat dan tidak diperjual belikan), 15% Ejido (kepemilikan privat dan komunal bisa diperjual belikan), 10% Private Of Federal (tanah negara yang dapat diolah perusahaan). Kemudian 5% Taman Nasional.
San Juan seluas 18.000-an Ha wilayah adat yang tidak boleh diperjual belikan. Komunitas adat ini memiliki 10 perusahaan yang telah berjalan dan menguntungkan. Mempekerjakan ribuan orang semuanya adalah warga komunitas adat itu sendiri. Antara lain – Perusahaan Kayu Bulat dan Olahan – Perusahaan Air Minum – Perusahaan Benih dan Pembibitan Tanaman Hutan – Perusahaan Pertanian Hortikultura/Sayuran Rumah Kaca (Green House) – Perusahaan Ekowisata, Televisi, Pupuk Organik, Pembasmi Hama, Bakteri dan Jamur – Perkebunan Buah Alpukat Organik (Eksport ke Jepang dan USA) – Toko/Supermarket – Pengolahan Resin/Getah Pinus, dan sedang merintis mengembangkan 10 perusahaan baru.
Arifin Monang Saleh dan Mirza Saleh juga menyambangi organisasi Masyarakat adat UZACHI (4 komunitas adat) di Oaxaca juga memiliki perusahaan yaitu – Pengolahan Kayu – Ekotorism – Air Minum Kemasan – Rumah Sakit Pengobatan Tradisional – Pengembangan Jamur – Perdagangan Karbon -Industri Rumah Tangga
Perjuangan yang ditempuh oleh komunitas adat ini dengan jalan membangun Gerakan masyarakat adat untuk merebut kembali wilayah adat memaksa pemerintah untuk mengakui dan mengembalikannya
Membentuk dan membangun organisasi yang kuat, Membuat Peta, Penyusunan Perencanaan dan Penggunaan Ruang Wilayah Adat. Menjual sumber daya kayu yang tersedia di wilayah adat untuk mendapatkan modal awal membangun perusahaan-perusahaan. Menyediakan lapangan pekerjaan dan pendidikan untuk anak-anak muda (laki-laki dan perempuan) untuk mengelola wilayah adat mereka dan tidak pergi meninggalkan kampung.
Musyawarah utusan tiap keluarga komunitas adat dalam pengambilan keputusan dilangsungkan sebulan sekali dan dihadiri oleh ribuan warga. Membangun kerjasama (kolaboratif) mengelola dan mengembangkan perusahaan terutama untuk pasar.
Layanan Sertifikasi untuk produk kayu oleh FSC
Secara global pengelolaan wilayah-wilayah hutan tropis semakin luas diserahkan kepada masyarakat setempat. Saat ini, setidaknya 30% hutan di negara-negara tropis diantaranya berada dalam ruang pengelolaaan masyarakat setempat. Meskipun konsep dan norma-norma hak-hak lokal sangat bervariasi, tetapi secara general sudah ada bukti bahwa pengelolaan hutan oleh masyarakat adat dan masyarakat lokal dilakukan secara lestari, dapat lebih baik dari pada pengelolaan kawasan lindung yang kaku dengan konsep teknis melestarikan hutan. Mereka juga telah mampu menjalankan pengusahaan hutan secara kuat dan sekaligus membangun kekuatan ekonomi lokal untuk mengurangi kemiskinan.
Di dalam Maya Biosphere Reserve Guatemala, misalnya, sembilan konsesi masyarakat mengelola lebih dari 400.000 hektar hutan yang bernilai niaga tinggi. Pengembangan usaha konsesi ini telah menghasilkan penjualan hasil hutan kayu dan non-kayu sekitar $ 10 juta per tahun. Menyediakan ribuan lapangan kerja dan investasi pembiayaan infrastruktur lokal dan pembangunan sosial. Secara signifikan, selama 15 tahun terakhir, laju deforestasi konsesi hutan masyarakat ini telah turun dibandingkan yang terjadi pada “zona inti” hutan lindung yang berada di sekitar wilayahnya.
Selain itu di Meksiko, ada sekitar 3.000 masyarakat memegang hak pengelolaan terhadap hampir dua-pertiga kawasan hutan negara. Dimana hampir semua produksi kayu industri Meksiko berasal dari hutan adat dan ini menjadikan Masyarakat lokal sebagai driver utama pembangunan ekonomi di banyak daerah pedesaan yang berhutan. Menyadari keberhasilan tersebut, negara-negara di Amerika Latin – dari Nikaragua ke Brasil ke Peru kemudian meningkatkan jumlah luasan kelola masyarakat pada kawasan hutan bernilai lindung dan ekonomi tinggi. Dalam beberapa kasus, pengurusan tersebut telah menjadi elemen inti dari perjanjian perdamaian dan perjanjian pasca konflik antara pemerintah pusat dan masyarakat lokal.
Indonesia sendiri telah memiliki sejumlah upaya kehutanan masyarakat percontohan (CFE models), tetapi manajemen lokalnya masih terbatas. Misalnya pada periode JOKOWI saat ini kembali menguat kebijakan dan program yang mentargetkan 12,7 juta Ha untuk pencadangan areal perhutanan sosial.
Sekalipun pencadangan areal perhutanan sosial sebagaimana yang ditunjukan dalam PIAPS, masih didominasi oleh alokasi kawasan untuk HD/HTR dan HKM serta mendorong beberapa pola kemitraan tetapi secara bertahap upaya-upaya untuk mendorong Hutan Adat menjadi bagian dari target nasional terus meningkat.
Contohnya seperti pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Papua dipayungi oleh PERDASUS 23 Tahun 2008 tentang pengelolaan hutan berkelanjutan di Provinsi Papua. Saat ini sudah sekitar 50,000 Ha untuk 14 konsesi yang ijinnya diberikan oleh Gubernur. Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar inisiatif perhutanan sosial Indonsia sebagai rancangan pemerintah belum berjalan optimal terkendala masalah legal, teknis dan sosial yang beragam bagi tiap kelompok masyarakat dengan spesifikasi lokasi ruang.
Berangkat dari situasi ini, perlu melihat dan mengutip hal-hal yang baik bagaimana komunitas adat Mesoamerika mulai mengelola wilayah adat sendiri dan mendirikan perusahaan-perusahaan yang saling terintegrasi. Perusahaan-perusahaan dibangun berdasarkan adanya kejelasan status hak wilayah adat untuk komunitas adat dan dikukuhkan oleh perintah untuk dikuasasi dan dikelola oleh komunitas adat.****