Ende – 20/8/2016 – Masyarakat adat Ende bersama AMAN Nusa Bunga menuntut DPR RI dan DPRD Kabupaten Ende untuk segera membahas dan menetapkan Peraturan Perundang-undangan yang mengakui dan melindungi masyarakat adat.
Tuntutan sikap ini disampaikan oleh para mosalaki Kabupaten Ende saat mengikuti Konsultasi Publik RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA di Aula kantor Desa Saga, Kab Ende 20/8/2016.
“Kami masyarakat adat sangat mengharapkan agar peraturan yang mengakui dan melindungi masyarakat adat bisa ditetapkan. Sebab kami telah mengikuti berbagai proses dalam penyusunan draf Ran Perda PPHMA Kabupaten Ende. Jelas arah pengaturannya ingin memperbaiki dan mendukung pemerintah, juga ingin mengembalikan hak dasar kami sebagai masyarakat adat. Ada beberapa poin penting dalam rancangan tersebut seperti pengelolaan tanah, hutan dan sumber daya alam yang ada di wilayah adat,” ujar Ahmad Jeke menyampaikan sikap kepada pemerintah dan DPRD Ende.
Turut terlibat dalam konsultasi publik ini utusan komunitas adat se Kabupaten Ende, Taman Nasional Kelimutu, Anggota DPRD Ende dan AMAN Nusa Bunga. Narasumber utama hadir Sekertaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ) Ir. Abdon Nababan, dan Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami.
Menurut Sekjen AMAN dalam paparannya bahwa sejak membentuk UUD 1945 masyarakat adat sudah mendapatkan posisi yang mulia. Pendiri bangsa tahu bahwa masyarakat adat merupakan fondasi dasar dalam membentuk negara yang dinamakan Indonesia ini.
Sekjen AMAN mengungkapkan bahwa saat ini seluruh peraturan perundang-undangan yang memuat keberadaan masyarakat adat telah ada, namun dalam operasional lapangan sama sekali tidak ada yang mengurus masyarakat adat. Sehingga saat ini kita harus mendorong untuk menyusun sebuah produk hukum yang melindungi dan menghormati masyarakat adat,” jelas Sekjen AMAN.
“Ada produk UU yang mengatur tentang masyarakat adat namun saat ini, fakta di lapangan kepentingan antara masyarakat adat dan pemerintah pada satu sisi saling bentrok dan tumbang tindih sehingga yang menjadi korbannya adalah masyakat adat,” ujar Nababan.
“Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang agraria telah ada sejak awal mendirikan bangsa, namun di era Orde Baru pemerintah kembali menggunakan UU Agraria warisan pemerintahan Belanda. Maka fakta lapangannya negara menjajah masyarakatnya sendiri. Tanah-tanah masyarakat adat diberi izin kepada investor asing untuk dikelola dan di pergunakan demi kepentingan asing,” ungkapnya
“Yang namanya masyarakat adat itu ada tiga unsur utama yang sangat melekat. Pertama Masyarakat adat sangat dekat hubungannya dengan leluhur atau sang pencipta, Ke-dua sangat melekat dengan tugas dan fungsinya mengurus sesama manusia agar saling berhubungan, Ke-tiga berhubungan dan pengelolaan sumber daya alam seperti tanah, hutan serta seluruh potensi kekayaan alam di wilayah adat,” jelas Abdon
Selanjutnya Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami mengungkapkan untuk saat ini khususnya Kabupaten Ende seluruh proses penyusunan naskah akademik dan draf rancangan peraturan daerah telah selesai dan sudah berada di tangan Badan legislasi daerah DPRD Ende. Tinggal menunggu percepatan proses yang dilakukan oleh Baleg agar bisa diusulkan agar segera dibahas,”ungkapnya.
“Ranperda PPHMA penting dan mendesak bagi masyarakat adat agar bisa mengatasi dilemati peraturan perundang-undang yang saat ini membuat masyarakat adat dengan pemerintah, dalam hal ini petugas lapangan saling bentrok sebab semuannya menjalankan peraturan hukum. Masayarakat adat di komunitas menjalankan hukum adat dalam menjaga wilayah dan kekayaan alamnya sedang negara menjalankan undang-undang untuk menjaga hutan dan fungsi konsevasinnya,” jelas Philipus Kami.
Philipus melanjutkan Taman Nasional Kelimutu harus bias bersama-sama mendorong untuk mempercepat penetapan Perda agar bisa menemukan sinergisitas antara aturan negara dan hukum adat yang berlaku di komunitas. TNK juga bisa mengkolaborasikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat adat di daerah penyangga dan kebutuhan fungsi satwa dan konsevasi,” jelasnya.
Diskusi pun berlanjut dengan menghasilkan kesimpulan dan rencana tindak lanjut untuk mempercepat proses pembahasan dan pengesahan produk hukum masyarakat adat.
Salah seorang tokoh mosalaki Mikael mengatakan saat ini tiap komunitas siap memfasilitasi sosialisasi-sosilisasi tujuan perjuangan masyarakat adat. “Pengurus AMAN siap mendapatkan undangannya, sebab cara itu yang harus kita lakukan,” kata Mikael
“Kami sudah muak berdialog terus menerus dengan Baleg DPRD Ende, sebab mereka itu anak adat yang tidak tau adat. Berapa kali kita ke DPRD Ende selalu mendapatkan janji dan harapan tidak pasti. Mereka sama sekali tidak menghormati kami sebagai mosalaki. Kami datang dari komunitas selalu pamit dengan leluhur dan jika sampai di DPRD Ende tidak dihormati , sepertinya kami ini tidak punya kewibawaan,” ujar Mikael.
Selesai konsultasi publik para mosalaki bersepakat akan terus membangun rapat koordinasi untuk membangun kekuatan politik masyarakat adat agar bisa berdaulad, mandiri dan bermartabat.*** Jhuan Mari