Melukai Hati Masyarakat Adat
Pekanbaru, 4/10/2016 – Menanggapi tidak ditepatinya janji untuk membuka Dokumen SP3 15 perusahaan yang diduga menimbulkan kebakaran hebat hutan dan lahan tahun 2015 oleh Polda Riau itu, Ketua Dewan AMAN Riau Efri Subayang mengatakan,
”Dengan ingkar janjinya Polda Riau terkait pembukaan dokumen SP3 Karhutla, telah melukai hati masyarakat adat Riau yang selama ini selalu dikambinghitamkan sebagai pembakar hutan dan lahan. Meminta KAPOLRI turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini, agar kami bisa merasakan kehadiran negara di tengah-tengah masyarakat adat,” tegas Efri Subayang
Senada dengan Efri Jikalahari dan KontraS menilai Kepolisian Daerah (POLDA) Riau ingkar janji atas kesediaannya memberikan Dokumen SP3, 15 Korporasi terduga pembakar hutan dan lahan tahun 2015. Made Ali selaku wakil koordinator Jikalahari mengatakan, “Hingga hari ini, Jikalahari belum menerima dokumen dimaksud”
Sebelumnya pada 30/9/2016, KontraS, Jikalahari, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Riau dan Alumni Sehama bertemu dengan jajaran Polda Riau yaitu Kompol Suryawan (Direktur Kriminal Umum), Kompol Rivai Sinambela, AKBP Ari Rachman Navarin (Wakil Direktur Kriminal Khusus) dan AKP Hariwiyawan (Direktorat Kriminal Khusus). Pertemuan itu diinisiasi KontraS. Salah satu agenda yang dibahas perihal SP3 15 Korporasi.
Dalam pertemuan tersebut, KontraS dan ICEL telah melayangkan surat permintaan dokumen SP3 kepada PPID Polda Riau. Hingga lebih dari dua minggu surat tersebut belum juga dibalas oleh Polda Riau. KontraS mempertanyakan surat tersebut. Rivai Sinambela berjanji akan memberikan dokumen SP3 kepada alamat kantor Jikalahari pada Senin, 3 Oktober 2016.
Made menambahkan “Pada hari yang dijanjikan, hingga tengah malam, Jikalahari belum menerima dokumen SP3. Ia mempertanyakan apa yang sesungguhnya disembunyikan oleh Polda Riau?”
Sementara itu Haris Azhar, Koordinator KontraS menilai ada kondisi yang bertentangan antara statement Kapolri dengan kondisi riil di lapangan. “ Kami menilai akses terhadap dokumen SP3 juga tidak menjanjikan untuk dilakukannya praperadilan, dan saran Kapolri terlihat sebagai omong kosong dan hanya sebuah bola liar yang digelindingkan dalam kasus SP3 ini.”
Penginkaran hak atas informasi publik yang dimiliki masyarakat oleh Polda Riau ini juga semakin menambah temuan kejanggalan-kejanggalan terkait penerbitan SP3 15 Perusahaan. Menurut kami, sudah tidak ada lagi alasan Polda Riau untuk tidak membuka akses masyarakat terhadap informasi SP3 15 perusahaan ini, mengingat kasusnya sendiri telah dinyatakan selesai oleh penyidik kepolisian, sehingga bukan lagi dokumen yang termasuk dikecualikan.
Tindakan Polda Riau menutupi akses publik terhadap dokumen SP3 15 perusahaan ini jelas merupakan bentuk mengahalang-halangi upaya masyarakat untuk mengakses keadilan dan upaya memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat, sebagimana yang diamanatkan melalui Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Pasal 70 UU No 32 tahun 2007 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan hak tersebut Jikalahari dan KontraS mendesak pada Kapolri, Jendral Pol. Tito Karnavian untuk:
Pertama, Mengevaluasi kinerja Kapolda Riau Brigjen Pol. Zulkarnain yang tidak transparan terkait upaya penegakan hukum dengan menutup akses masyarakat terhadap dokumen SP3 15 perusahaan yang diduga melakukan kejahatan pembakaran hutan dan lahan.
Ke dua, Memerintahkan Kapolda Riau untuk mengevaluasi kinerja dan mencopot Direktorat Reskrimsus Polda Riau dengan personil yang berintegritas, transparan dan berani melawan kejahatan korporasi pembakar hutan dan lahan Riau.
Ke tiga, Sesegera mungkin untuk membuka Kembali SP3 terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan kejahatan pembakaran hutan dan lahan guna memenuhi rasa keadilan masyarakat dan korban pelanggaran HAM akibat kejahatan pembakaran hutan dan lahan di Riau. ***Umi Khoriya