Pelantikan Temenggung Komunitas Adat Kenyabur
Sintang 29/9/2016 ‒ Untuk Memperkokoh Lembaga Adat Komunitas Kenyabur, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat (Kalbar), maka Komunitas Adat Kenyabur mengadakan pelantikan Temenggung. Dihadiri oleh Drs. Askiman, MM, Wakil Bupati Kabupaten Sintang. K. Daniel Banai, Dewan AMAN Kabupaten Sintang dan Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Sintang. Stefanus Masiun, Ketua Badan Pengurus Harian (BPH), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kalimantan Barat, dan seluruh warga adat Komunitas Kenyabur. Acara berlangsung di Aula Balai Pertemuan Komunitas Adat Kenyabur, 27/9/2016.
Perda Adat Kabupaten Sintang Disahkan Tahun 2015
Daniel Banai mengatakan setelah adanya Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Kabupaten Sintang yang telah disahkan tahun 2015, sesuai mandat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35 Tahun 2012. Maka Masyarakat Adat wajib untuk memperkuat lembaga adatnya, salah satu cara dengan mempertahankan pengurus adat di komunitas.
“Pelantikan Temenggung Komunitas Adat Kenyabur bukan semata-mata pengukuhan melainkan untuk mempersatukan dan membangun kekuatan seluruh pengurus adat Kecamatan Tempunak,” paparnya.
Ciri khas Masyarakat Adat memiliki wilayah, lembaga, hukum, dan budaya secara turun-temurun. Temenggung berhak untuk mengontrol pihak-pihak luar seperti perusahaan yang akan beraktivitas di wilayah Masyarakat Adat. Sebelum mengambil keputusan Temenggung wajib melakukan koordinasi kepada masyarakat adat, karena keputusan tertinggi lembaga adat ada pada musyawarah adat. Pengurus adat kepercayaan masyarakat adat haruslah berlaku adil, tidak memprioritaskan kepentingan pribadi atau golongan tetapi mensejahterakan masyarakat luas.
“Pengurus adat harus kuat komitmennya dalam menjalankan tugas, secara khusus menjaga dan melestarikan adat dan budaya, adil, bertanggung jawab melestarikan adat dan budaya,” jelas Daniel.
Stefanus Masiun menyampaikan bahwa pengurus adat dapat mengelola, menjaga, dan melestarikan adat dan budaya sesuai kearifan lokal daerah masing-masing. Karena di wilayah adat terdapat kekayaan dan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat Adat. Hak-hak masyarakat adat Propinsi Kalbar harus mendapat Pengakuan dan Perlindungan dari pemerintah.
“Saat ini Perda terhambat oleh Legislatif, melihat halk ini Presiden Joko widodo, Presiden Republik Indonesia akan berinisiatif segera memprioritaskan penanganan Perda yang akan direalisasikan tahun 2017 akan diajukan di DPR,” ungkapnya.
Dalam UUD 1945 yang dirancang oleh Prof. Supomo dimana Masyarakat Adat telah diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).“Dengan dasar inilah pendiri bangsa Indonesia melahirkan semboyan Bhinekka Tunggal Ika, artinya Indonesia terdiri dari suku, bahasa, adat-istiadat dan budaya. Dalam UUD 1945 Pasal 18B, mau pun pasal 28 ayat I dan Indonesia ikut menandatangani Deklarasi PBB tahun 2007tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, artinya sudah menjadi tanggung jawab moral Pemerintah Indonesia untuk mengakui dan melindungi keberadaan Masyarakat Adat,” tambah Stefanus.
Drs. Askiman, MM menjelaskan masyarakat adat Iban memiliki pribahasa “Bertopang pada adat bahasa, Berpegang pada aturan berlaku” (Betungkat Ke Adat Basa, Bepegai Ngau Pengatur Pekara).
Temenggung terpilih harus mengurusi sengketa/perkara adat, memperkokoh hak adat istiadat. Artinya ketika masih ada yang beragama leluhur berikanlah kebebasan terhadap mereka, sebagai garis pertahanan terhadap hak-hak adat berkaitan dengan kepemilikan hutan, tanah, buah, air dan bekas kampung (tembawai).
“Mengingat hak-hak adat semakin lama akan habis dikuasai pihak luar, karena sengketa paling banyak terjadi diwilayah adat adalah sengketa perkebunan dan persoalan ini terlalu lama diabikan,” jelasnya.
Perda Kabupaten Sintang tahun 2015 yang telah disahkan bertujuan untuk mengakui dan melindungi seluruh masyarakat adat, bukan hanya untuk satu etnies. Begitu pula Perda Propinsi Kalbar yang naskah akademiknya sedang diperbaiki harus didukung seluruh elemen masyarakat. Masyarakat adat harus diakui secara administrasi dalam negara, karena saat ini di Indonesia hukum adat dianggap tidak formal.“Sedangkan dalam UUD 1945 masyarakat adat jelas tertulis itu artinya sebelum negara ada masyarakat adat telah hadir mendahului Pemerintah Indonesia,” papar Askiman.
Kabupaten Sintang akan menyusun rancangan Perda Gawai Dayak dan sudah diajukan ke DPRD, karena Gawai Dayak merupakan simbol dan hari kebesaran suatu daerah. Harapannya setelah Musyawarah Luar Biasa Ketemenggungan tidak ada lagi dualisme pengurus adat sehingga Gawai Dayak ke depannya semua bergandeng tangan. Jabatan pengurus adat perlu dipahami dengan baik sesuai tugas dan fungsinya. Tidak boleh ada oknum yang salah menggunakan jabatannya. Kolaborasi Temenggung dan Dewan Adat Dayak (DAD) harus bias singkron. “Hak Temenggung mengurusi hukum dan tata cara hidup masyarakat, sedangkan DAD mendorong administrasi dalam kepemerintahan supaya masyarakat adat diakui dan dilindungi keberadaannya, sehingga jelas peran dan fungsi masing-masing,” tegas Askiman **** Paulus Ade Sukma Yadi