Arman Seli
Palu – Masyarakat Salena yang mendiami sisi barat Kota Palu terkenal sebagai kelompok masyarakat adat yang tetap memegang teguh adat istiadatnya. Ketaatan ini salah satu adalah kesetiaan untuk terus menggelar berbagai ritual adat termasuk salah satunya adalah Nolili Vunja. Ritual ini merupakan rangkaian dari upacara adat Nokeso untuk anak perempuan.
Nolili Vunja (Mengelilingi Vunja) dilakukan sebanyak 7 (tujuh ) kali dengan menginjak pelepah pinang dan daun sukun yang telah disediakan. Sementara Toniasa adalah penyebutan anak perempuan yang sedang mengelilingi Vunja sebagai bagian utuh dari pelaksanaan Nokeso.
Ketua Adat Salena, Likesando saat ditemui di sela-sela upacara adat pada Senin, 20 Januari 2020 kemarin, mengatakan bahwa tradisi itu sudah dilakukan turun-temurun.
“Kami memang punya adat sudah dibikin turun temurun dari nenek moyang dulu, adat tidak boleh ditinggalkan. Kalo mau kehidupan itu baik dan terarah jangan tinggalkan kebiasaan orang tua,” jelas Likesando.
Ia juga menjelaskan ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam ritual adat begitupun syarat-syarat yang harus dilakukan.
Nolili Vunja adalah proses dari Nokeso untuk anak perempuan, kalau anak laki-laki disebut dengan Ni Bau.
“Tujuan anak Nikeso supaya dalam kehidupannya diberikan kesehatan dan hidupnya menjadi terarah, apabila tidak anak-anak tidak Nokeso maka akan ada penyakit yang datang baik fisik maupun jiwa, bahkan bisa gila kalau tidak lagi melakukan adat ini,” ungkap Likesando.
Kemudian juga ada kelengkapan Toniasa saat Nolili Vunja agar tidak salah adat atau Nasala Vati. Maka ada yang harus dipenuhi.
“Anak perempuan yang akan menjalani ritual Nokeso ia akan dihiasi dengan berbagai pernak-pernik lokal misalnya pengikat kepala (Tali Boko), Baju Adat (Moka), Pengikat kepala dari tali hutan yang dianyam (Ale). Kemudian kain berukuran panjang yang dikenal dengan sebutan Mesa yang di bentangkan mengelilingi Bolo Vatu (rumpun bambu) yang di ikat Katupa (ketupat),” jelas Likesando.
Ia juga menerangkan bahwa ikatan di depan pintu tempat Toniasa turun adalah Nta’u Nggaluku (daun kelapa), Balo (potongan rumpun bambu) berukuran sekitar 20 centimeter dan Padale Njambulu (pinang). Selanjutnya ada Langgai Ntoniasa adalah seorang lelaki dewasa yang posisinya berada di paling depan dan mengelilingi bambu sebanyak tujuh kali dan di belakangnya ada beberapa orang termasuk Toniasa.
“Pada saat mengelilingi harus menginjak Nta’u Kamonji (daun sukun) dan Palapa Nusambulu (pelepah pinang) di sebelah kanan Langgai Ntoniasa di ikatkan parang yang usinya diperkirakan mencapai ratusan tahun yang disebut Guma. Di tangan kanannya memegang Bolo Vatu yang di atur sedemikian rupa. Kemudian ada Uvi, sejenis alang-alang yang berisi daging kambing yang dibentuk mirip sate,” tutup Likesando.
Penulis adalah Staf Infokom AMAN Sulawesi Tengah.