Ruang Hidup Dijarah, Mereka Kehilangan Sumber Pangan

Membabat Kopra Milik Komunitas Lelief -  Sawai
Alat Berat Perusahaan Membabat Pohon Sagu Milik Komunitas Lelief – Sawai

Lelilef Halteng 8/4/2015 – Komunitas Adat Sawai Lelilef terancam krisis pangan dan krisis air bersih. Pasalnya wilayah produksi dan sumber air diserobot oleh perusahan PT. Tekindo Energi dan PT. Weda Bay Nikel. Tempat yang berada sejauh 5 Kilometer dari Desa Lelilef Sawai ke Loe Mdoke, dengan waktu tempuh 40 menit ini hingga ke Tajung Uli, Cecu,(Tusuk) Niwe Mlonge (kelapa panjang) dan Loe Mdoke (batu Lubang) seharusnya tidak bisa digusur begitu saja demi investasi.

“Kami kehilangan jejak karena lahan direbut, saya mo bangun baru ya? Saya so usia 60 tahun. Saya orang miskin dan calon orang yang akan kelaparan,” kata Yulius Burnama di Lelilef (08/04/2015). Situs-situs sejarah, mata air digusur dan dihilangkan demi kepentingan orang perusahan,” tambah Yulius. Dusun kelapa biasanya panen setiap tiga bulan, hasilnya cukup lumayan menutupi kebutuhan sehari-hari.“Pengalaman selama ini, saya masih dipercaya dan dimudahkan pembeli kopra terkait dengan kebutuhan sembilan bahan pokok,” ungkapnya

Misalnya ketika saya datang di dorang pembeli kopra, langsung dong bilang, bapa mo ambil apa, apakah gula, kopi, beras, sabun mandi, rinso, gram, terasi, fetsin dan lain-lain, karena dasar saya, adalah hasil kopra dua ton itu. Tanpa kopra itu, saya tidak mungkin dipercaya oleh pedagang. Sekarang lahan ini, perusahan so ambil, terus bagaimana deng tong pe hidup, bukan saya mo jual tapi saya dipaksa untuk menjual lahan,” ungkap Yulius Burnama

Konversi lahan produktif besar-besaran menjadi lahan untuk industri ekstraktif dengan modus dan dalil peningkatan pendapatan daerah hanya akan memicu kerawanan pangan, Pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Tengah memfasilitasi pihak perusahan bisa dianggap dengan sengaja melahirkan situasi ini terjadi. Dari 66 Izin Usaha Pertambangan di tempatkan di atas lahan-lahan pertanian warga sehingga ini, yang membuat para petani sulit mengakses tanah akibatnya petani lebih memilih menjadi buruh pabrik perusahan. Ketimpangan di atas menciptakan kemiskinan masyarakat adat di pedesaan yang semakin tinggi. hal itu, diungkap Kepala Biro OKK AMAN Maluku Utara Ubaidi Abdul Halim.

“Kemiskinan petani ini akibat dari kombinasi menyempitnya penguasaan lahan mereka karena diserahkan pada perusahan tambang dan sawit dan yang paling disesalkan kurangnya perhatian Pemerintah daerah dalam hal ini pasangan Acim-Soksi terhadap pembangunan infrastruktur pertanian, pendidikan, akses pasar dan perbaikan nasib petani” Pembangunan pertanian harusnya berbasis kebudayaan dan potensi lokal seperti sagu, kelapa, pala,ikan dan cengkeh belum disentuh kebijakan daerah Kab Halteng,” ungkap Ubaidi.

“Tuntutan reformasi agraria melalui perubahan undang-undang pokok tentang tanah dan sumber daya alam tidak sepenuh di jalankan pemerintah daerah. Lihat saja sampai sekarang implementasi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pemisahan hutan adat dengan hutan negara tidak laksanakan sepenuh oleh pemerintah daerah,” tutupnya.****AbdH