Medan 20/4/2015 – Ribuan Warga masyarakat adat rakyat penunggu menghadiri milad yang dilaksanakan di wilayah adat rakyat penunggu kampong Tanjung Gusta untuk merayakan 62 tahun berdirinya organisasi Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) yang jatuh tepat tanggal 19 April 2015.Organisasi BPRPI lahir pada tahun 1953 dengan tujuan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat rakyat penunggu, terutama hak atas tanah adat/ulayat mulai dari Sungai Ular (Kabupaten Deli Serdang) sampai Sungai Wampu (Kabupaten Langkat). Tema HUT BPRPI yang ke 62 tahun kali ini “Peta wilayah adat menuju kedaulatan masyarakat adat rakyat penunggu”.
HUT BPRPI ini juga dihadiri oleh Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan, menyampaikan rasa haru dan bangga bahwa pada usianya yang ke 62 tahun, tanah adat rakyat penunggu telah dipetakan secara menyeluruh. Peta wilayah adat rakyat penunggu merupakan salah satu yang dapat dijadikan bukti keberadaan rakyat penunggu yang selama ini oleh pemerintah diposisikan menjadi orang asing di tanah adatnya sendiri.
Ketua umum BPRPI Harun Nuh yang juga merupakan Ketua BPH AMAN Sumut dalam pidatonya menyampaikan bahwa pihak kepala desa atau camat tidak berhak mengatur tanah-tanah adat milik rakyat penunggu yang dikuasai secara turun temurun. Karena saat ini begitu banyak mafia-mafia tanah yang mengatasnamakan rakyat atau
penggarap yang turut merampas tanah-tanah adat rakyat penunggu. Ketua Umum BPRPI itu juga menyampaikan bahwa di lokasi perayaan inilah BPRPI dan AMAN Sumut mendeklarasikan dukungan untuk Calon Presiden Jokowi-JK karena adanya 6 poin tentang hak-hak masyarakat adat masuk di dalam onsep Nawacita. Oleh karena dukungan itu telah membuahkan hasil dimana Bapak Joko Widodo menjadi Presiden, dan di hari ulang tahun ini melalui undangan yang dikirimkan untuk presiden, telah hadir utusan dari Sekretaris Negara yang menyampaikan surat secara resmi permohonan maaf presiden tidak bisa mengahdiri acara ulang tahun BPRPI yang ke 62. Nawacita harus segera terlaksana untuk masyarakat adat khususnya mewujudkan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat.
Rangkaian acara HUT BPRPI antara lain launching peta wilayah adat rakyat penunggu yang luasannya mencapai 257 ribu hektar lebih, penyerahan Surat Keterangan Pengelolaan Tanah Adat (SKPTA), kemudian diakhiri dengan acara dialog pemetaan partisipatif wilayah adat. Pada sesi dialog yang menghadirkan beberapa narasumber diantaranya DR. Edi Ihsan seorang akademisi ahli sejarah tanah adat/ulayat masa kolonial belanda untuk perkebunan tembakau.
Narasumber lainnya adalah Sekjen AMAN meyampaikan tentang bentuk penjajahan dan penguasaan wilayah adat dan bangkitnya gerakan masyarakat adat. Kemudian Rajali sebagai kepala Unit Kerja Percepatan Pemetaan Partisipatif yang menyampaikan tentang proses yang dilakukan dalam memfasilitasi pemetaan partisipatif
wilayah adat rakyat penunggu skala luas.
Adapun hasil dan rekomendasi dari dialog ini adalah peta wilayah adat rakyat penunggu yang dihasilkan harus disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait terutama pemerintah seperti kepala desa, camat, bupati dan guberbur sumut. Meskipun peta wilayah adat ini akan masuk dalam kebijakan satu peta indonesia, namun BPRPI menolak kebijakan pemerintah melalui kementerian BUMN, kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Sumatera Utara melepaskan 5 ribu hektar lebih tanah-tanah adat rakyat penunggu yang dikuasai oleh PTPN II untuk dibagi-bagi kepada pihak-pihak yang bukan warga rakyat penunggu.
Rekomendasi lain adalah harus segera mendatangi pihak-pihak kecamatan dan kabupaten untuk memberikan data keberadaan rakyat penunggu sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Permendagri 52. Dalam rangkaian HUT BPRPI yang ke 62 ini juga ditampilkan tari persembahan dan pemotongan nasi berkah sebagai identitas budaya rakyat penunggu. ****Monang