AMAN Nusa Bunga Ajak Pemerintah dan Pemangku Adat Komunitas
Ende 21/4/2015 – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga mengadakan seminar sehari Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat ( PPHMA ) Kabupaten Ende. Dalam seminar ini hadir perwakilan seluruh tokoh adat dari komunitas Kabupaten Ende yang terdiri dari tiga suku besar yaitu dari Wilayah Lio Ende, Wilayah Ende dan Wilayah Ende Nage. AMAN juga mengundang Pemerintah Kabupaten Ende dan Bupati sebagai lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pemberdayaan masyarakat adat, DPRD Kabupaten Ende, tokoh agama dan sejumlah organisasi sipil lainnya dalam seminar ini.
Seminar sehari dengan tema “Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Nusantarara Menuju Kebangkitan Masyarakat Adat di Republik Indonesia“ dimaksudkan untuk mendorong masyarakat adat berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya. Kegiatan ini berlangsung di Aula PSE, Jalan Durian Kabupaten Ende.
Menurut Ketua Panitia Pelaksanaan kegiatan seminar, Daud P Tambo mengatakan bahwa menyongsong perayaan Hari Kartini yang dirayakan tiap tanggal 21 April tersebut. AMAN menggelar seminar PPHMA agar menjadi bagian dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang telah dititipakan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia dan masyarakat di Nusantara bisa mempertahankan hak-haknya. “Seminar ini menjadi moment penting bagi pemangku-pemangku adat Kabupaten Ende untuk mendapat kepastian hukum di republik ini dan hukum berpihak kepada kepentingan masyarakat adat. Salah satunya meminta pemerintah melibatkan masyarakat adat dalam penyusunan produk hukum, seperti undang-undang dan Perda,” kata Daud dalam sambutannya.
Sementara itu anggota DPRD Ende, Emanuel Sala dalam sambutannya menegaskan DPRD Ende dalam Progam Legislasi Daerah telah memasukan Perda Inisiatif DPRD untuk tahun 2015 sebanyak 3 Perda, yaitu tentang pengakuan dan Perlindungan Masyarakat adat, Perda HIV dan perda pengelolaan keuangan daerah. Saat ini
terlibat penuh dengan Perda berkaitan dengan masyarakat adat adalah Perda PPHMA ini. Karena bagi kami para anggota DPRD Ende Perda PPHMA adalah Perda yang dapat meminimalisir konflik yang sering terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat adat,” ujarnya.
“Seminar hari ini jadi lebih bermakana karena kesadaran para mosalaki (pemangku adat) seperti dibangunkan. Kita membicarakan hak tradisional yang selama ini disepelekan, disingkirkan. Kami anggota Dewa ikut dalam perjuangan ini. Kita hurus melangkah untuk menabrak tembok yang dibangun oleh pemerintah. Sehingga tujuan kita bisa terjawab dan DPR juga sedang memikir serius terkait peraturan daerah dan pengakuan ini. Kita harus mencerita kebiasaan, konsep, yang kita lakukan sehingga menyempurnakan perda ini jangan sampai lebih berpihak kepada pemerintah. Jadi kita harus kompak dan kuat, dengan demikian pemerintah tidak mudah untuk memecah belahkan kekuatan kita. Seminar ini harus bisa menggali semua pikiran dari para mosalaki dan menceritakannya secara terbuka sehinggga mempercepat proses pengesahan perda oleh DRPD,” himbau Eman. Lebih jauh Eman mengungkapkan bahwa secara lembaga DPRD mendukung penuh perjuangan masyarakat adat dan berjanji kepentingan masyarakat adat segera dipenuhi lewat pengesahan Perda.
“Hidup itu tidak mudah, kita hidup untuk berjuang mengembalikan hak-hak kita. Tidak ada orang yang akan mengembalikan hak-hak kita, kita sendiri harus berjuang. Kita harus menghargai perjuangan yang diwarisi oleh leluhur. Dulu mereka berjuang mati-matian demi mempertahankan hak-haknya, oleh karena itu kita harus mempertahankannya. Kita harus mewarisi nilai perjuangan tersebut, bukan untuk kita jual, tapi kita mempertahankannya,” kata Philipus Kami sebagai Ketua BPH AMAN Nusa Bunga membuka sambutannya.
“Seminar ini harus menyumbangkan pikiran-pikiran cerdas, sehingga bisa menyempurnakan perda yang akan dilahirkan. Kajiannya harus detail untuk menghasilkan perda yang benar dengan sudut pandang demi kepentingan masarakat adat. Philipus Menyarankan bahwa generasi muda seharusnya pulang ke kampung dan menjaga
kampungnya. Bukan untuk menjual warisan tanah leluhur kemudian pergi meninggalkan kampung. Dalam pembagunan banyak membutuhkan sumberdaya, mosalaki jangan terjebak dalam orientasi pembangunan. Ende masuk dalam daerah ingklaf, lalu kita berjuang sampai meninjau ulang UU kehutanan dan menghasilkan Putusan MK no 35 tahun 2012. Putusan MK belum diterjemahkan secara serius oleh pemerintah baik pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Kita minta Jokowi untuk serius memulihkan hak-hak masyarakat adat, dengan meloloskan UU PPHMA,” pungkas Philipus Kami.
Komunitas Adat Kabupaten Ende mengusulkan dengan adanya produk hukum ini masyarakat adat harus dibebaskan dari penindasan tersitematis yang dilakukan oleh negara, agar dalam menjaga alam dan manusianya masyarakat adat bisa mandiri, serta berdaulat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa ini.***Jhuan Mari( JFM)