Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat Jalan Menyelesaikan Konflik Agraria

Workshop Pemetaan PW AMAN Nusa Bunga
Workshop Pemetaan PW AMAN Nusa Bunga

Ende 27/5/2015 – Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa bunga menyelenggarakan Workshop Pemetaan Partisipatif wilayah adat sebagai jalan untuk mempertemukan gagasan antara masyarakat adat dan pemerintah di wilayah NTT, khususnya di wilayah Nusa Bunga. Workshop ini dihadiri perwakilan komunitas adat mulai dari Flores Barat, Flores Tengah dan Flores Timur. Dalam workshop pemetaan wilayah adat ini melibatkan Bapeda Kabupaten Ende, DPRD Kabupaten Ende dan perwakilan media lokal NTT. Kegiatan worshop dilaksanakan di Aula PSE Keuskupan Agung Ende, Jalan Durian Kabupaten Ende Propinsi NTT (26/5/2015).

Menurut Ketua Panitia Yohanes Ga’a dalam sambutannya mengatakan workshop pemetaan ini untuk memberi informasi dan kesepakatan bersama antara AMAN dan komunitas adat agar bersama–sama membuat perencanaan pemetaan wilayah adat serta mendata seluruh potensi kearifan yang ada di komunitas adat.
“kita saat ini harus bersama-sama mendata kearifan komunitas kita masing-masing untuk bisa menunjukan kepada negara dan pemerintah di tingkatan lokal bahwa sesungguhnya kita bisa mengelola dan menjaga apa yang ada di komunitas kita,” ungkap Yohanes Ga’a.

Yohanes melanjutkan bahwa tujuan utama, kita harus bisa memetakan wilayah adat kita, dan kitalah yang tahu wilayah adat kita, oleh karana itu mari kita bersama-sama menunjukan bukti itu kepada pemerintah bahwa pemetaan partisipatif adalah penting dilakukan sehingga dalam membuat kebijakan apapun di komunitas adat harus berdasarkan landasan partisipatif dengan masyarakat adat,”katanya.

“Peta adalah salah satu jalan untuk meminimalisir konflik agraria yang terjadi di republik ini, sejak jaman penjajahan sampai zaman reformasi masih terjadi konflik agraria antara negara dan masyarakat adat, serta konflik sesama komunitas adat akibat dari pemanfaatan wilayah tanah adat,” Jelas Philpus Kami.

Sementara itu Phlipus menjabarkan produk hukum Indonesia masih tumpang tindih antara UU Agraria, UU Kehutanan dan UU Pertambangan dan undang-undang lainnya, sehingga dari tumpang tindih produk UU itu obyek sasaran konfliknya adalah masyarakat adat. Di satu sisi pemerintah membuat sebuah peraturan atau UU, Perda, sangat sedikit melibatkan partisipatif masyarakat bahkan sama sekali tidak dilibatkan. “ saya menghimbau komunitas adat harus mulai merubah kondisi itu dengan mendata seluruh warisan leluhur serta kearifan yang ada di komunitas adat. Komunitas masyarakat adat harus rubah cara berpikir dan yakin bahwa peta wilayah adat menjadi penting,”pungkasnya.

“Kami dari media Lokal khusunya Flores Pos Selama ini juga Memperjuangkan hak-hak Masyarakat adat,bagi kami Media adalah mempunyai peran penting dalam mendorong perubahan di bangsa ini. Untuk Flores Pos sendiri saat ini kita sering mempublikasi perjuangan masyarakat adat sebab perjuangan masyarakat adat adalah perjuangan mempertahankan hak-hak wilayah adat, mulai dari Tanah dan sumberdaya alamnya,” Pungkas Pater Stef Tupen Witin SVD pimpinan Flores pos di sela-sela membawakan materi .

Pater Stef Witin melajutkan bahwa misi perjuangan Flores Pos sendiri adalah mewartakan perjuangan rakyat, dan kita sangat menolak keras pertambangan minerba. “Karena kehadiran kelompok pertambangan ini telah merampas tanah rakyat untuk kepentingan investor,”tegasnya

Pemerintah daerah dalam hal ini Bapeda Kabupaten Ende, menyatakan bahwa apa yang dilakukan AMAN bersama komunitas adat adalah hal yang sangat penting untuk direspons oleh pemerintah dan menindaklanjuti kerja dari masyarakat adat yang telah melakukan pemetaan wilayah adat dan tata ruang wilayah adat,” ujar Pimpinan Bappeda Ende.

Kegiatan workshop pemetaan ini, melahirkan beberapa kesepakatan dan rekomendasi untuk dilaksanakan secara bersama mulai dari pemerintah , media dan masyarakat adat ***Jhuan