Presiden Jokowi Terima Pengurus Besar AMAN Di Istana Negara

Jokowi Beri Perhatian Khusus Terhadap Aktivis Masyarakat Adat & Lingkungan Hidup

Pertemuan Pengurus Besar AMAN - Presiden Jokowi Widodo Di Istana Negara
Pertemuan Pengurus Besar AMAN – Presiden Jokowi Widodo Di Istana Negara

Jakarta 25/6/2015 – Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara jam 11:00 Wib (25/6/ 2015). Kedatangan Pengurus Besar ini untuk menagih janji Jokowi yang terdapat dalam Nawacita. Pada pertemuan ini, pengurus AMAN yang hadir mewakili masyarakat adat dari enam wilayah. Mereka datang dengan mengenakan baju adat, didampingi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya serta aktivis lingkungan Wimar Witoelar. Berikut catatan-catatan penting dalam pertemuan AMAN dengan Presiden Jokowi tersebut.

Adapun point –point yang disampaikan pada Presiden Jokowi antara lain kondisi krusial Masyarakat Adat membutuhkan kehadiran dan tindakan segera dari Presiden RI Bapak Joko Widodo.
Potret Terkini Masyarakat Adat di Indonesia

Pengakuan dan penghormatan atas hak‐hak Masyarakat Adat secara tegas disebutkan dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula dalam UU No. 27/2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Putusan MK 35/2012 mengakui hak-hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumberdaya termasuk hutan adat.

Fakta yang dihadapi Masyarakat Adat selama ini : perampasan, penghancuran dan penghilangan wilayah adat; konflik terkait wilayah adat (tanah, hutan, laut) dan kriminalisasi terhadap warga-warga adat; pemiskinan secara ekonomi dan kerawanan pangan;kerusakan sosial-budaya; tidak diakuinya keberadaan agama-agama leluhur; penghancuran kelembagan dan hukum adat; masuknya sistem demokrasi liberal yang menyebabkan struktur politik deliberatif (musyawarah-mufakat) menjadi mandul. Kekuatan gotong-royong pun semakin hari semakin pudar.

AMAN dibentuk oleh Kongres Masyarakat Adat Nusantara Pertama (KMAN I) 17 sampai 22 Maret 1999. Sejak itu, AMAN berkembang menjadi organisasi Masyarakat Adat terbesar di dunia yang beranggotakan 2.302 komunitas adat dengan populasi + 17 juta jiwa tersebar di 31 provinsi; memiliki 21 Pengurus Wilayah dan 107 Pengurus Daerah di 24 propinsi, 3 Organisasi Sayap (Pemuda, Perempuan, Pengacara) dan 2 Badan Otonom.

AMAN menandatangani MoU dengan Komnas Ham pada tahun 2007, dengan Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009 dan MoU dengan BPN pada tahun 2011, untuk memajukan pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat. Awal tahun 2012, AMAN mengambil inisiatif untuk melakukan Judicial Review atas beberapa pasal UU 41/1999. Atas gugatan AMAN tersebut Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012, pada tanggal 16 Mei 2013, menegaskan bahwa hutan adat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah adat (ulayat) yang merupakan hak konstitusional Masyarakat adat. Putusan ini sudah hampir berusia 2 tahun tanpa ada implementasi nyata di lapangan. Penggusuran wilayah adat, kriminalisasi, pemiskinan dan konflik masih terus berlangsung.

Harapan Kepada Presiden Jokowi

Hingga saat ini, belum ada satu pun Presiden, baik sebagai Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan yang secara khusus memberikan perhatian untuk menyelesaikan berbagai konflik yang dihadapi Masyarakat Adat. Pak Jokowi, sebagai Presiden Ke-7 Republik Indonesia periode 2014- 2019, menjadi tumpuan harapan untuk memulihkan kewarganegaraan dan sekaligus menumbuhkan kembali rasa kebangsaan Masyarakat Adat sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, kami mengharapkan Presiden Jokowi mewujudkan 6 (enam) Komitmen terhadap masyarakat adat yang tertuang dalam Nawacita dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

Membuat suatu pernyataan publik dari Presiden RI sebagai Kepala Negara, demi memulai proses rekonsiliasi nasional dan harmonisasi relasi Negara dan Masyarakat Adat; mengakui dan menyatakan penyesalan bahwa selama ini, sejak UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No. 5/1960 sampai sekarang, telah terjadi pengabaian dan pengingkaran terhadap hak konstitusional Masyarakat Adat.
Membebaskan warga-warga adat yang dipenjarakan karna membela hak-haknya atas tanah, wilayah dan sumber daya.

Memastikan adanya UU tentang Pengakuan dan Pelindungan hak-hak Masyarakat Adat, yang dikawal oleh satu kelembagaan lintas-sektoral dan multi-pihak berupa Komisi Masyarakat Adat sebagai wadah bermusyawarah antara Masyarakat Adat dan Pemerintah untuk menyelesaiakan berbagai permasalahan yang ada dan menjadi jembatan untuk membangun sinergitas program pembangunan di antara Lembaga Negara dan Kementerian/Lembaga Pemerintah yang menyangkut dengan kepentingan dan hak-hak Masyarakat Adat.

Mengeluarkan kebijakan politik dan hukum yang bersifat peralihan (transisional) berupa Instruksi Presiden (INPRES), tentang pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 dan beberapa Putusan MK yang mendukung seperti Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 dan Putusan MK No. 55/PUU-VIII/2010 untuk memulai pendaftaran dan pengakuan keberadaan Masyarakat Adat dan wilayah adatnya sampai RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat yang saat ini sedang dibahas di DPR RI disahkan menjadi UU dan berlaku efektif dan operasional.

Mengembangkan satu sistim dan mekanisme nasional yang membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi Masyarakat Adat dan Pemerintah untuk berbagi kewenangan dan kekayaan yang ada di wilayah adat sebagai modal dasar bagi pembangunan kemandirian dan kemakmuran Bangsa Indonesia di masa depan.
Menyiapkan program pemulihan/restitusi dengan menyediakan anggaran yang cukup dan mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang khusus dirancang bagi masyarakat adat yang selama ini mengalami diskriminasi dan masih sering ditinggalkan dalam proses penyelenggaraan Negara dan pembangunan nasional.

Untuk memulai pelaksanaan 5 agenda di atas, Presiden Jokowi penting segera membentuk SATGAS MASYARAKAT ADAT yang kedudukannya berada di Kantor Presiden. Salah satu tugas SATGAS adalah menindak lanjuti hasil Inkuiri Nasional oleh KOMNAS HAM.
AMAN mengundang Presiden RI Bapak Jokowi untuk memberikan hadir dan menyampaikan Sambutan/Pidato Kunci dalam Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia atau International Day of The World’s Indigenous Peoples dan sekaligus membuka Festival Nusantara pada tanggal 9 Agustus 2015 di Danau/Gunung Batur, Kintamani, Bangli, Bali.

Terkait Konflik & Regulasi

Presiden sudah mengetahui masalah-masalah yang ada, tinggal merumuskan regulasi-regulasi. RUU PPHMHA perlu disegerakan.

Hampir di semua propinsi, sengketa dengan Masyarakat Adat sangat banyak. Jokowi mencontohkan di salah satu propinsi di Kalimantan (tidak mau menyebutkan propinsi mana), terdapat 853 kasus sengketa yang melibatkan Masyarakat Adat. Banyak propinsi lain mengalami hal yang sama.

Konflik & sengketa ini harus diselesaikan melalui instrumen regulasi, dalam hal ini UU. Karena kondisinya di lapangan saat ini, Masyarakat Adat selalu dikalahkan atau dikorbankan.

Ke depan diperlukan suatu perangkat instrumen yang dapat memberikan perlindungan pada Masyarakat Adat.
Jokowi mencontohkan kasus Eva Bande. Banyak kasus yang serupa, dimana aktifis lingkungan dan Masyarakat Adat selalu dikalahkan. Ada puluhan/ratusan yang dipenjarakan karna mempertahankan perlindungan terhadap Masyarakat Adat dan lingkungan. Dan kita tidak punya pegangan yang jelas.

“Sekarang baru satu dikeluarkan (Eva Bande). Mungkin bisa dilanjutkan dengan mengeluarkan yang lainnya,” ujar Jokowi yang meminta daftar nama warga-warga adat yang dipenjarakan. ****