Menyongsong Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia & Nusantara Festival

Satgas Masyarakat Adat Tunggu Pengesahan Keppres

Konferensi Pers Hari Internasional Masyarakat Sedunia & Nusantara Festival  -
Konferensi Pers Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia & Nusantara Festival

Jakarta 5/8/2015 – Dalam acara konferensi pers “Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) & Nusantara Festival 2015” di Jakarta (5/8/2015) disampaikan perkembangan mengenai rekonsiliasi masyarakat adat di Indonesia dengan pemerintah yang mengalami kemajuan menggembirakan.

Salah satunya adalah hasil audiensi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan Presiden Joko Widodo pada 25/6/2015 lalu, sebagai upaya untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat di Indonesia. Presiden menyetujui dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) masyarakat adat karena menyadari pentingnya peran dari satgas ini untuk menghentikan berbagai kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan langkah awal pemulihan hak-hak masyarakat adat sebelum adanya mekanisme permanen dan UU yang melindungi masyarakat adat.

Sebagai pembicara dalam konferensi pers ini hadir Rukka Sombolinggi (Deputi II Sekjen AMAN, I Made Suarnata (Ketua Panitia Festival Nusantara), Jaleswari Pramodhawardhani (Staf khusus Kekretaris Kabinet), Hadi Daryanto (Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dengan moderator Wimar Witoelar.

Satgas Badan Independen

Rukka Sombolinggi mengatakan thema perayaan masyarakat adat sedunia adalah “Memastikan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Adat” tapi kalau dilihat dalam konteks Festival Nusantara mungkin healling-nya (penyembuhan) yang akan dimulai.

Untuk tingkat nasional saya menyampaikan pada teman-teman media, kami sudah berpartisipasi mengembangkan draf final dari Satuan Tugas (Satgas) Presiden Untuk Masyarakat Adat. “Dalam pertemuan dengan presiden tanggal 25/6/2015 lalu beliau sudah mengatakan tidak ada masalah dengan Satgas masyarakat adat. Ibu Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH-K) mempercepat proses ini, waktunya tidak sampai sebulan.

Ketika orang sudah libur, bapak-bapak dan ibu-ibu di KLH-K masih terus bekerja dan saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya buat ibu Siti Nurbaya juga pada Pak Hadi. KLH-K memang mengundang pakar-pakar yang terbaik di negara ini untuk urusan masyarakat adat. Antara lain Bapak Achmad Sodiki, Nur Fauzi Rachman, Sandra Moniaga – Komnas HAM dan Myrna Safitri. Ada banyak lagi pakar, akademisi dimana komitmennya pada masyarakat adat selalu hadir. “Mengapa AMAN meminta presiden untuk membentuk sebuah satgas, karena selama ini masyarakat adat di mana-mana konflik berhadap-hadapan dengan negara. Dalam hal ini wajah negara adalah pemerintah, polisi, tentara atau petugas berseragam kehutanan di dalam hutan,” Rukka melanjutkan.

Kekerasan banyak terjadi, banyak sekali saudara dan pemimpin kami yang masuk penjara, bahkan ada yang terbunuh. Banyak kasus penggusuran juga sehingga banyak orang yang harus pergi meninggalkan kampungnya. “Ini seperti luka yang sudah bertahun-tahun,” kata Rukka melanjutkan. Ketika Jokowi mencalonkan diri jadi presiden kami melihat dalam sosok beliau ada harapan untuk bisa memulai sesuatu yang baru dalam negara ini. Kalau tidak, sentimen tak merasa sebagai bagian dari Indonesia itu akan menguat diantara masyarakat adat,” papar Rukka lebih jauh.

Beliau kami anggap bisa membawa angin perbaiki pembaruan negara ini. Dengan bulat hati AMAN mendukung pencalonannya sebagai presiden waktu itu. Memang dalam visi misinya yaitu Nawacita ada enam poin tentang masyarakat adat. Salah satunya adalah ada lembaga permanen, independen tentang masyarakat adat.
Untuk mempersiapkan lembaga permanen dan independen sesuai dengan Nawacita, kami mengusulkan perlu dibentuk Satgas. Tapi Satgas itu levelnya harus setinggi mungkin dan langsung di bawah presiden, tidak boleh di bawah kementerian tertentu.

Respons Pemerintah Cepat

“Karena persoalan-persoalan sektoralisme antara kementerian dan lembaga negara itu bisa dijembatani kalau Satgas langsung di bawah presiden. Itu yang menjadi alasan kami kenapa Satgas ini di bawah presiden,” papar Rukka. Titik berat dari semua ini adalah rekonsiliasi, wajah pembangunan tidak boleh lagi berdiri di atas darah dan air mata masyarakat adat atau siapapun di negeri ini,” kata Rukka menambahkan.

“Pemerintah cepat merespons penyusunan draf Keppres Satgas masyarakat adat,” kata Hadi Daryanto membuka paparannya. “Drafnya sudah bagus, konstitusinya sudah ada dalam amandemen ke 4 Pasal 18 B (ayat 2) memang masih bersyarat sepanjang masih hidup dan perkembangan masyarakat serta prinsip negara kesatuan,” lanjut Daryanto . Ketika Satgas selesai tugas pertamanya antara lain mengidentifikasi, menginventarisasi dan merevisi, mengkaji, mengkategorisasi pelanggaran HAM dan konflik serta mencarikan solusinya. Intinya mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat, melindungi wilayah masyarakat adat dengan petanya.

“Kami sudah terima identifikasi peta wilayah adat yang disampaikan oleh BRWA, JKPP dan terverifikasi luasnya 4,1 juta hektar, poinnya bisa mencapai 9,94 juta hektar, bahkan 10,04 hektar. Kalau ada konflik cepat lapor, dibentuk tim independen untuk membuat asesor. Tugas Satgas lainnya adalah mempercepat RUU Pengakuan, Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUUPPHMA) yang dulu sudah berada di Pansus DPR, selain menyiapkan lembaga yang independen dan permanen. Jadi Satgas ini bertugas hanya satu tahun. “Tugas Satgas lainnya menyiapkan Amnesti dan Grasi,” kata Hadi Daryanto.

“Kami bersama kawan-kawan di lingkungan istana ingin mempercepat proses pembentukan Satgas,” kata Jaleswari Pramodhawardhani.

Lebih jauh Pramodhawardhani mengatakan “Satgas Masyarakat Adat ini penting untuk diperjuangkan karena menjadi bagian dari Nawacita yang didokumentasikan dari RPJM pemerintahan Pak Jokowi. Saya tadi dapat informasi bahwa proses-proses yang harus dilalui, berkaitan dengan kelembagaan dan beberapa kementerian sudah berjalan, Seskab adalah yang terakhir.”Paling tidak kita melihat ada upaya baik yang diperjuangkan kawan-kawan selama ini mendapatkan hasilnya,” tutup Jaleswari Pramodhawardhani.

Setelah menyampaikan konsep dan filosofi Nusantara Festival yang akan disandingkan dengan perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia pada tanggal 8 /sd 17 Agustus 2015 di Batur Bali, I Made Suarnata menyampaikan,” kalau kita bicara dalam konteks global bahwa dunia mangatakan land is sector (komoditi) di Nusantara ini tanah itu berjiwa-berspirit. Bervibrasi dalam kultural mestinya harus kita perjungkan ke tingkat Internasional,” papar Maade Suarnata. ****JLG