Pembukaan Temu Nasional II Perempuan AMAN
Bogor 27/9/2015 – Mardiana Dereen membuka acara Temu Nasional II Perempuan AMAN yang berlangsung di Bumi Gumati, Bogor 27-29/9/2015 dengan ritual Paramisi Dayak Maanyan, Barito Timur, mohon ijin restu leluhur, dengan simbol sinubuhnya beras (beras ditaruh di atas kepala). Ranu tatungkal membersihkan segala sesuatu yang tidak baik dengan percikan air. Devi Anggraini Ketua OC Temu Nasional II PA kemudian menyampaikan laporan kesiapan penyelenggaraan dan mengharapkan lewat penyelenggaraan ini perempuan adat bisa mandiri.
“Apakah kita sebagai perempuan adat sudah betul-betul terlibat dalam mengambil keputusan baik di dalam keluarga, komunitas dan negara,” kata Romba’ Maranu Sombolinggi’ Dewan Nasional Perempuan AMAN membuka sambutannya. “Banyak hal yang
terkait dengan perempuan, tetapi orang lain yang membuat keputusan tentang hal itu dan kita menerimanya. Mungkin juga karena lemahnya kapasitas kita. Dalam pertemuan ini kita akan membahasnya bersama-sama, untuk mengetahui bagaimana kondisi yang dialami, apa yang harus kita kerjakan untuk keluar dari persoalan-persoalan itu. “Mari kita satu kata dan sepakat untuk berjalan bersama melanjutkan perjuangan perempuan adat,” sambut Romba.
Dalam kesempatan ini Sekjen AMAN, Abdon Nababan mengakui bahwa dalam setiap perjuangan masyarakat adat di sana pasti ada perempuan adat. Abdon memberi contoh Fransiska dari Komunitas Semunying-Bengka yang juga mengikuti temu nasional perempuan adat ini.
“Ibu Fransiska dan kawan-kawannya harus bekerja demi mendapat uang di perusahaan yang merampas tanah adatnya. Dia juga pernah ditawari uang ratusan juta, tapi dia tetap bersama dengan masyarakat adatnya – Iban sampai hari ini, tapi harus bersaksi melawan perusahaan itu di persidangan. Situasi seperti ini adalah bagian dari perjuangan perempuan adat. Bayangkan betapa menderitanya ibu Fransiska ini,” kata Abdon Nababan.
“Masih banyak ibu-ibu lain menderita seperti ibu Fransiska ini, yang merasa berjuang sendiri dan tak punya teman. Bukan untuk menggantikan perjuangannya, hanya untuk mengatakan bahwa kita ada banyak, jangan takut. Kita saling berdoa, saling menyapa dan kita tetap semangat,” kata Abdon melanjutkan.
“Perempuan adat sangat diperlukan, jauh lebih diperlukan dari pada laki-laki. Karena jam kerja perempuan jauh lebih banyak dari laki-laki. Tapi kalau nggak diurus kondisi perempuan adat sangat parah. Dalam perjuangan masyarakat adat peran laki-laki dan perempuan keduanya dibutuhkan. Tahun 1999 itu sebenarnya perempuan adat bertarung merebut tempat di AMAN, itu bukan pemberian. Saya yakin perempuan adat masih harus melanjutkannya,” Abdon menegaskan.
“Suatu saat akan ada pengakuan dan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat. Jika sudah ada pengakuan hak-hak masyarakat adat oleh negara, ada resiko besar yang akan dihadapi oleh masyarakat adat ketika pengakuan secara hukum itu ada, sementara kita tidak kembali menjadi masyarakat adat, disitulah kita musnah,” lanjut Abdon.
“Kalau masyarakat adat tidak mau musnah masyarakat adat harus instrospeksi diri, mengembalikan masyarakat adat. Kalau rasa senasib sepenanggungan itu tidak kita dampingkan dengan cita-cita kita secara bersama-sama, kita akan menjajah diri kita sendiri”
“Perempuan adat harus hadir di sana mencegah itu, secara teroganisir. Sebab perempuan adat sangat dekat dengan anak-anak, dekat dengan keluarga, dekat dengan nilai-nilai. Gerakan perempuan adat mampu melakukan perubahan di keluarga, pendidikan anak-anak lewat sekolah adat. Gerakan masyarakat adat dengan gerakan perempuan adat sebenarnya kelanjutan dari gerakan dekolonialisasi yang dimulai oleh para pendiri bangsa ini. Kalau kita baca pembukaan UUD membebaskan diri dari penjajahan termasuk penjajahan dari bangsa sendiri”
“Ada persoalan di wilayah adat kita, kita tidak lagi mengekspor pengetahuan, tidak lagi mengekspor produk budaya dan alam kita, tapi kita mengekspor manusia – trafiking. Perempuan adat harus bisa melawan perdagangan manusia ini, perempuan adat harus bisa melawan penyebaran virus HIV Aids, tidak ada jalan lain. Tugas kita masih banyak. AMAN akan tetap bersama-sama dan mendukung keputusan dari temu nasional,” kata Abdon Nababan mengakhiri sambutannya.
Acara Temu Nasional II Perempuan AMAN dilanjutkan sesi kesaksisan Suku Misic – Sarasehan “Perempuan Adat dan Pengelolaan Sumberdaya Alam”- Perempuan Adat, Masyarakat Adat dan Negara”****JLG