Medan, 5/12/2015 – Aliansi Bumi Rumah Kita yang terdiri dari lembaga dan aktivis lingkungan menggelar aksi damai di Bundaran Mayestik Jl. Gatot Subroto Medan – Sumatera Utara hari ini (5/12/2015). Mereka menyerukan dampak perubahan iklim yang sedang digelar pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB atau UNFCCC COP 21 di Paris, Perancis.
Massa yang tergabung dari beberapa organisasi seperti JPIC Kapusin Medan, Caritas PSE KAM, KMK St Ignatius de Loya UNIKA, BAKUMSU, HaRI, PDPK, Petrasa, YBAI, DKD, Rumah Jangga, Oemuda GKPPD, PUSBAKUM, UEM, TEMPLOK, KMK Nomensen, PMKRI, KMK St Albertus Magnus, Mahatala Nommensen, WALHI Sumut, REPALA, YAPEKAT, KDAS, KSPPM, Bitra, KPHSU, ELSAKA, Fitra Sumut, YEL, Jendela Toba, Jalin d Toba, LBH Medan, Yayasan Kalihid, Yayasan Pekat, BPRPI, Pusaka Indonesia, Teplok, Samudra, Repala Indonesia, Genetika UISU, PKPA, FPK, LPM Suluh, Yayasan Gemma, LAPDK dan DNSU memulai aksi dengan berjalan kaki dari Bundaran Sinar Indonesia Baru (SIB).
Mereka berjalan dengan membentangkan berbagai spanduk serta membawa keramba sebagai bentuk protes tercemarnya Danau Toba. Aktivis Lingkungan, Saurlin Siagian mengatakan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas perubahan iklim dunia. “Alam kita sudah rusak, sungai kita sudah rusak. Karenanya, kita menyampaikan keprihatinan kepada Pemerintah Sumut,” katanya.
Pertemuan kepala negara di Paris untuk membahas iklim menjadi momentum untuk menyampaikan keprihatinan bahwa kondisi bumi sudah rusak.
Hal senada juga disampaikan oleh Harun Nuh, Ketua Umum BPRPI & BPH AMAN Sumut. Dalam orasinya, ia mengatakan bahwa “Kita sebagai generasi harus menyatakan sikap melawan para perusak lingkungan, kita para generasi harus bersatu untuk melawan para pejabat yang membacking perusahaan perusak lingkungan. Yang sedihnya lagi, banyak pejuang lingkungan yang hingga hari ini masih membengkang dalam penjara. Inilah kondisi negeri kita, para perusak lingkungan berkeliaran dan para pejuang lingkungan berada didalam penjara.”
Ia pun menyerukan kepada pemimpin negara agar para pejuang lingkungan , baik itu masyarakat adat harus dibebaskan. “Dan pemerintah harus meminta maaf kepada para pejuang lingkungan dan pejuang masyarakat adat yang pernah dikriminalisasi.”
Sebelumnya, dalam pidato Presiden RI Joko Widodo dihadapan para kepala negara yang menghadiri KTT Perubahan Iklim ke 21 di Paris, Beliau menyebutkan bahwa salah satu langkah mitigasi perubahan iklim adalah melestarikan keanekaragaman hayati dengan melibatkan masyarakat, termasuk masyarakat adat.*Titi Pangestu*