Hutan Adat Nuaulu Seperti Ibu
Masohi 14/2/2016 – Berdasarkan sejarah asal-usul Suku Nuaulu yang bermukim di wilayah Seram Bagian Selatan secara turun – temurun hidupnya terikat dan bergantung pada hutan adat yang merupakan wilayah kelola bersama. Sebab dalam wilayah hutan adat tersebut terdapat negeri-negeri lama, tempat keramat pemakaman leluhur, juga obat-obatan tradisional yang masih digunakan untuk kesehatan masyarakat setempat.
Pada tanggal 24/12/2016 lalu Pemerintah Negeri Sepa mengundang warga masyarakat Negeri Sepa dan Suku Nuaulu untuk membicarakan masalah aktivitas PT Bintang Lima Makmur (PT BLM) di sana, namun dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Raja Negeri Sepa, Ketua Saniri Negeri Sepa, Kepala Kampung Rohua, Kepala Kampung Bonara, Kepala Kampung Simalouw Kepala Kampung Latan/ Hahuwalan dan seluruh warga dengan tegas menolak PT BLM melakukan aktivitas penebangan hutan di wilayah hutan adat Suku Nuaulu.
“Hutan adat kami seperti ibu yang selalu memberikan kehidupan kepada kami dan kami kelola bersama. Hutan adalah tempat hewan-hewan buruan kami serta burung-burung yang selama ini kami gunakan untuk upacara adat demi kelangsungan hidup kami,” ujar Raja Negeri Sepa.
Bagi warga adat Suku Nuaulu sejak lahir sampai meninggal dunia sangat bergantung dengan hutan. Bahan-bahan upacara-upacara semasa hidup seperti untuk proses melahirkan, upacara Numanuhune saat anak sudah lahir saat bersama ibunya hendak memasuki rumah adat membutuhkan hewan-hewan, kayu tertentu, bumbu, sayuran serta getah damar dan semua itu berada di dalam hutan yang hendak ditebang oleh PT BLM.
Upacara-upacara lainnya yaitu saat anak berusia lima tahun Komaunu (ambil rambut anak). Pinamou untuk anak perempuan dan Matahene untuk anak laki-laki yaitu upacara pengukuhan anak yang sudah dianggap dewasa. Upacara Kahuae/ Maku-maku atau penyucian diri sesuai dengan waktu yang ditentukan juga bergantung atas ketersediaan burung-burung juga tersedia di hutan tersebut. Bahkan pakaian dari kulit kayu (salawaku), tifa pun bahannya ada di hutan.
Suku Nuaulu saat meninggal berbeda dengan masyarakat secara umum mereka tidak dimakamkan tetapi akan dibungkus dengan tikar kemudian dibawa ke hutan diletakkan di atas tempat yang telah disediakan, kemudian dipagari setinggi dua meter dengan kayu dan bambu. Hutan adat untuk pemakaman sangat khusus dan selama ini dilindungi Suku Nuaulu.
Jika hutan adat Nuaulu habis ditebang oleh PT BLM, Suku Nuaulu tidak bisa lagi melaksanakan ritual-ritual dalam kehidupan mereka, hal inilah yang menjadi alasan kuat Suku Nuaulu menolak ekspansi PT BLM tersebut.
Ada 14 utusan marga-marga yang mendukung penolakan terhadap aktivitas PT BLM yaitu Matoke Numanatu, Matoke Tunpusa, Sounawe Aipura, Sounawe Ainakahata, Soumori, Kamama, Masone Soumori, Paona Kamama, Neipany Yaiyo, Neipany Marete Naine, Nahatue, Pia, Sopanan, Numanaite, Peinisa dan Huni. ***Infokom AMAN