Lokakarya Masyarakat Adat dan Perjuangannya.
Manggarai Timur 19/7/2016 – Komunitas Adat Kalang Maghit selenggarakan kegiatan Lokakarya dengan thema Masyarakat Adat dan perjuangannya di balai pertemuan masyarakat Kalang Maghit tanggal 18/7/2016.
Penyelenggaraan Lokakarya ini bertujuan untuk membangun pemahaman masyarakat adat agar dapat mempertahankan wilayah adatnya serta memahami seluruh Peraturan Hukum Negara. Reporter Gaung AMAN ikut menyaksikan penyerahan peta kepada Komunitas adat Kalang Maghit sekaligus menyiapkan rencana tindak lanjut, antara lain membangun pemahaman masyarakat adat bagaimana pentingnya menjaga wilayah dan seluruh potensi yang ada.
Dalam acara ini seluruh lapisan warga Kalang Maghit hadir juga Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilyah Nusa Bunga dan BPH PD AMAN Flores Timur, camat, kepala desa serta komunitas masyarakat adat lainnya.
Sebagai fasilitator dan narasumber, Ferdi Dance Ketua BPH AMAN Flores Barat dan Pengurus PW AMAN Nusa Bunga. Materi acara lokakarya ini menyangkut Keorganisasian AMAN dan Perjuangannya, Advokasi Hukum dan HAM, Peta sebagai alat advokasi Wilayah adat dan Advokasi masyarakat adat di bidang Jurnalisme dalam menghadapi era kebebasan global.
Menurut Ferdi Dance saat masyarakat adat Manggarai Timur banyak terjadi konflik mulai dari perampasan wilayah adat, perampasan Sumber Daya Alam dan Akses pelayanan Pemerintah. Sampai saat ini Pemerintah Manggarai timur kebijakannya belum bisa dinikmati masyarakat sebab banyak komunitas terpaksa berhadapan dengan perusahaan yang mengeruk sumber daya alam mereka.
Ferdi Dance menyesalkan minimnya perhatian pemerintah terhadap kehidupan masyarakat adat, sebab menurutnya pemerintah belum sepenuhnya hadir untuk masyarakat. “Kami telah mengundang pemerintah untuk datang ke kampung Kalang Maghit tetapi buktinya sampai saat ini tidak ada satupun yang hadir duduk bersama masyarakat adat Kalang Maghit, dan itulah kondisi pemerintah daerah kita,” ungkap Peterus Loka.
Masyarakat adat Manggarai pada umumnya belum mendapatkan layanan pembangunan yang merata dari pemerintah daerah dan bahkan seperti mau menghilangkan keberadaan masyarakat adat. “Banyak kasus yang terjadi di Manggarai seperti di Komunitas Adat Colol, Engkion, Kalang Maghit, Elar dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebut satu persatu,” ungkap Ferdi Dance.
Selanjutnya Ferdi mengatakan semua konflik yang menghadang masyarakat adat dimulai dari pemberlakuan UU yang tidak melibatkan masyarakat adat dalam pembangunan. Pemerintah Daerah juga punya kepentingan menguasai wilayah adat agar dapat mengeluarkan izin-izin perusahan pertambangan untuk datang mengelola tanah masyarakat adat,” kata Ferdi.
Ferdi menjelaskan bagaimana pentingnya masyarakat adat mempertahankan hak-hak dasarnya seperti wilayah, sumber daya alam dan seluruh akses pembangunan. Masyarakat adat harus mampu membuktikan bisa menjaga dan mengelola seluruh potensi sumber daya alamnya.
Sementara menurut Daud untuk Manggarai Timur ke depan akan banyak mengalami konflik jika pemerintah belum menerapkan keputusan MK No 35 atas uji materi UU Kehutanan No 41 tahun 1999. Saat ini pemerintahan Indonesia sudah mulai berkomunikasi dengan masyarakat adat, beberapa pasal UU yang mendiskriminasi masyarakat adat kembali diuji. Misalnya UU P3H, UU Pokok agraria dan UU Pertambangan. Ada yang berhasil digugat namun ada yang masih dalam proses perjuangan.
Selain itu AMAN secara organisasi bersama dan masyarakat adat Nusantara mendorong RUU Masyarakat adat. Bahkan di setiap daerah sedang mendorong legislasi daerah untuk membuat peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat. Komunitas masyarakat adat harus terus-menerus memperkuat wilayah adat dan berjuang bersama untuk memberikan solusi kepada negara dalam pengelolaan roda pemerintahannya. Cepat atau lambat wilayah adat di Manggarai Timur akan diakui. Mari kita ajak seluruh warga komunitas mendukung percepatan legislasi pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat,” himbau Daud.
Pada era kebebasan global ini masyarakat adat dipengaruhi oleh berbagai situasi, seperti ekonomi dan media. Dunia sudah semakin terbuka, mau tidak mau kita harus menerimannya. Yang mendominasi dan menguasai manusia serta sumber daya alam adalah pemilik modal.
“Kita harus saling mempengaruhi dengan memanfaatkan seluruh potensi yang kita punya. Jangan lagi terpengaruh oleh istilah baru sebab orang memunculkan kata-kata itu untuk membuat masyarakat adat hidup tergantung dan tidak punya kemandirian dan kedaulatan. Masyarakat adat hidup secara turun temurun di wilayah adat dan negara belum ada. Jangan sampai kita terjebak dan menghilangkan apa yang telah diwariskan leluhur. Masyarakat adat harus mampu menjaga nilai kebenaran, kehidupan masyarakat adat erat hubungannya dengan tanah, wilayah adat, sumber daya alam dan kebudayaan,” ungkap Yulius Mari
“Kami di Kalang Maghit belum tersentuh pelayanan pemerintah mulai dari akses pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur. Kami mengharapkan pemerintah hadir bersama-sama untuk membangun kehidupan Kalang Maghit agar lebih baik. Sebab sejak Indonesia merdeka sampai sekarang kami belum merasakannya. Kami merasa seolah hidup di zaman penjajahan,” kata tokoh adat Kalang Maghit. *** Jhuan