Ulaon Parsahatan Masyarakat Adat Huta Matio

Penyatuan Tekad Masyarakat Adat Huta Matio Mempertahankan Titipan Leluhur Ompu Puntumpanan Siagian

DSC_0591
Sekjen AMAN Abdon Nababan bersama Ketua PW AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak

Huta Matio 27/8/2016 – Ulon Parsahatan (ritual adat) ini dihadiri oleh seluruh Warga Masyarakat Adat Matio bersama tujuh huta (kampung) tetangga Huta Ombur, Tanggabosi, Pagaran, Tukko Nisolu, Simenahenak, Tor Nagodang, Natumikka. Acara ini juga dihadiri oleh Seketaris Jenderal AMAN Abdon Nababan, Pengurus AMAN Wilayah Tano Batak, Hutan Rakyat Institut (HaRI), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), penghayat kepercayaan Golongan Raja Batak.

Raja Huta Matio Parsaoran Siagian menyebutkan bahwa tujuan dilaksanakannya ritual adat ulaon parsahataan oleh Masyarakat Adat Huta Matio khususnya keturunan Ompu Puntumpanan Siagian untuk menyatukan tekad memperjuangankan dan mempertahankan wilayah adat Huta Matio yang dititipkan oleh leluhur dari klaim sepihak penunjukan kawasan hutan negara dan konsesi Hutan Tanaman Industri PT Toba Pulp Lestari.

“Tanah/hutan adat yang dititipkan oleh leluhur kami sudah porak poranda setelah PT TPL hadir di wilayah adat kami. Hutan kemenyan yang dititipkan leluhur sudah habis ditebang dan digantikan dengan tanaman eucalyptus. Demikian juga dengan sumber mata air yang sudah terkontaminasi dengan pupuk dan pestisida kimia yang digunakan oleh PT TPL untuk keperluan tanamannya. Bahkan kami saat ini kesulitan mendapatkan air bersih untuk air minum. Begitu juga dengan air untuk mengairi sawah kami,” lanjut Parsaoran.

Dalam rangkaian ritual adat tersebut oleh hombar huta (tetangga kampung) masing-masing huta menegaskan bahwa Masyarakat Adat huta Matio adalah pemilik sah wilayah adat titipan leluhurnya.

Dirman Rajagukguk sebagai Raja Huta  Tukko Nisolu menyatakan bahwa leluhur mereka telah menitipkan sejarah bahwa Huta Tukko Nisolu berbatasan langsung dengan Huta Matio. Dibuktikan dengan batas alam dan tuho (patok). Oleh sebab itu tidak pernah terjadi perselisihan batas dengan Huta Matio.

Acara dilanjutkan mendengar pernyataan dukungan antara lain Sekjen AMAN. Sebelum Sekjen memulai penyampaian pernyataan, perwakilan komunitas menyerahkan peta wilayah adat Matio yaitu peta yang dihasilkan melalui pemetaan partisipatif. Luas wilayah adat Huta Matio tercatat 1.493 hektar.

Abdon Nababan dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa Masyarakat Adat huta Matio sudah lebih dulu ada jauh sebelum NKRI terbentuk. “Saya tadi sudah menyaksikan dan mendengar sejarah Huta Matio dan kedatangan Raja Ompu Puntumpanan Siagian kemudian dilanjutkan pernyataan sikap tujuh huta yang membenarkan sejarah Huta  Matio dan selama ini tidak ada persoalan batas huta. Saya sangat bersyukur bisa hadir di huta Matio dan senang ketika diajak ke makam leluhur Ompu Puntumpanan Siagian. Bagi saya itu menandakan bahwa Matio bahagian dari Masyarakat Adat karena tidak dapat lepas dari leluhur” yang perlu kita pahami bersama bahwa wilayah adat Huta Matio marupakan titipan leluhur kepada keturunannya, jadi bukan warisan. Karena kalau kita sebut warisan bisa saja diperjual belikan. Sedangkan istilah titipan leluhur menegaskan bahwa pemilik wilayah adat Huta Matio adalah Ompu Puntumpanan Siagian dan akan dteruskan sampai kegenerasi selanjutnya,” tambah pria kelahiran Huta Paniaran Siborongborong ini.

Untuk mengakhiri acara dilakukan maminta gondang (meminta gondang ditabuh) simonangmonang kepada pargonsi (pemain gondang) dimana dengan ditabuhnya gondang simonangmonang sebagai permohonan kepada Tuhan agar perjuangan mempertahankan titipan leluhur dimenangkan oleh Masyarakat Adat Huta Matio. Setelah gondang dimainkan diikuti dengan manortor.

Perlu diketahui bahwa ulaon parsahataan bagi Masyarakat Batak merupakan ritual adat yang sakral. Ritual adat seperti ini tidak terjadi lagi setelah lima puluh tahun terakhir. Adapun tema ulaon Parsahataon tersebut diambil dari pepatah leluhur Batak yaitu Talu maralohon dongan, Monang maralohon musu (kalah berhadapan dengan kawan, menang melawan musuh).*** Infokom AMAN Tano Batak