KNPA Ingatkan Janji Jokowi – JK, Laksanakan Reforma Agraria
Jakarta 24/9/2016 – “Kriminalisasi, kekerasan, pelanggaran HAM terhadap petani, masyarakat adat dan nelayan termasuk masyarakat miskin kota masih terus terjadi,” kata Dewi Kartika Kordinator Umum Aksi Hari Tani Nasional 2016 dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPI) di Jakarta 24/9/2016.
“Presiden Joko Widodo – Yusuf Kalla menjanjikan pelaksanaan reforma agraria melalui Nawa Cita dan RPJM dengan dua skema yaitu redistribusi tanah dan legalisasi asset 9 juta hektar bagi petani. Hingga dua tahun pemerintahannya berjalan, lembaga pelaksana reforma agraria yang dipimpin langsung oleh presiden tidak juga terbentuk, hal itu menunjukkan bahwa sesungguhnya pemerintah tidak punya kemauan melaksanakan reforma agraria sejati,” ujar Dewi.
Kebijakan ekonomi dan politik pemerintahan Jokowi – JK seperti Perpres Percepatan Pembangunan Pelaksanaan Proyek Strategis Negara memperparah keadaan. Padahal berdasarkan catatan KPA dalam kurun waktu 2014-2015 saja, sudah terjadi 1772 konflik agraria dengan luas wilayah 6.942.381 hektar mengorbankan 1.085.817 KK . Aparat polisi, TNI, Satpol PP yang bertindak sebagai security korporasi masih represif mengakibatkan 1.673 orang ditangkap, 757 orang terluka, 149 orang ditembak , 90 orang tewas. Melihat janji Jokowi – JK belum bisa dilaksanakan keadaan bisa semakin memburuk.
Ketua Umum SPI Henry Saragih menekankan bahwa jalan yang ditempuh oleh pemerintah saat ini keliru dari yang direncanakan. “Ibarat kapal mau berlayar ke timur tapi dibawa ke barat, mau bilang reforma agraria tapi bukan reforma agraria, kedaulatan pangan ternyata bukan kedaulatan pangan yang ditegakkan. Kita lihat semakin hari semakin jauh dari yang direncanakan, termasuk dalam pembangunan pertanian dan petani,” kata Henry.
“Sudah nyata bahwa problematik mendasar petani Indonesia tidak punya tanah. Karena tanah-tanah kita yang subur sejak jaman kolonial, hari ini masih dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar, seperti kelapa sawit, karet, tambang, kehutanan dan perusahaan-perusahaan properti. Tapi upaya koreksi tidak dilakukan, bukan karena petani kita tidak produktif. Bedanya negara-negara produsen pangan Asia produsen memiliki tanah yang cukup untuk pertanian. Pemerintahan yang sekarang ini mengabaikan hal itu,” tegas Henry
Lebih jauh Henry mengatakan,” pemerintah seharusnya membagi-bagi tanah untuk petani lebih dulu, bukan bagi-bagi traktor, pupuk, pestisida yang membuat hutang pemerintah menumpuk,” lanjutnya. “Pemerintahan sekarang ini juga abai terhadap pada Putusan Presiden No 169 tahun 1963. Keputusan presiden tersebut memerintahkan Pemerintah Indonesia harus memperingati Hari Tani Nasional setiap tanggal 24 September. Tetapi dua tahun ini pemeritah tidak menyelenggarakan Hari Tani Nasional,” Henry mempertanyakan lebih jauh.
“Bagaimana orang yang mengatakan Tri Sakti tidak menjalankan Hari Tani Nasional, padahal sudah sangat jelas dalam perintah itu, kita harus mengingatkan ini dengan serius,” kata Hendry.
Larangan Membakar Ladang Mengancam Ketahanan Pangan Masyarakat Adat
Sementara itu Sinung Karto dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan kriminalisasi terhadap masyarakat adat masih terus terjadi seperti di tanah Batak, Riau, Cek Bocek (Sumba), Sinjai (Sulsel). Masyarakat adat kini juga tidak bisa berladang dengan cara tradisi mereka yang selama ini dilakukan turun temurun, karena adanya larangan membakar ladang dari pemerintah.
“Di Kalimantan, Riau, Jambi dan beberapa wilayah lainnya di lapangan identifikasi terhadap masyarakat adat tidak berjalan, pemerintah bahkan melakukan intimidasi terhadap berbagai komunitas adat, dan itu menakutkan mereka,” papar Sinung
“Padahal dalam berladang masyarakat adat selalu melakukannya secara berkelompok dan melaksanakan ritual adat agar api tidak merembet ke lahan lain. Jika melanggar aturan tersebut biasanya akan dikenakan sanksi adat (denda). Oleh karena itu ketahanan pangan masyarakat adat menjadi rentan,” jabar Sinung Karta.
Puncak peringatan Hari Tani Nasional (HTN) akan berlangsung di depan Istana Negara Selasa 27/9/2016. ***JLG