Aksi Bersama Hari Tani Nasional
Jakarta 27/9/2016 – Aksi Hari Tani Nasional berlangsung secara besar pada tanggal 27/9/2016 di Jakarta. Aksi ini didukung oleh puluhan ribu massa dari 41 elemen organisasi tani, nelayan, masyarakat adat, buruh dan mahasiswa Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur berjalan kaki dari Mesjid Istiqlal menuju Istana Negara. Pesan penting dari perayaan Hari Tani ini antara lain menolak reformasi agraria palsu, juga memprotes lahan tani yang dikuasai pengusaha Jakarta. Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK belum melaksanakan reforma agraria sebagaimana dijanjikan.
Aksi ini bertujuan untuk menyadarkan pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar lebih memperhatikan nasib pertanian. Koordinator Aksi Dewi Sartika meminta pemerintah menghentikan terhadap kriminalisasi petani serta mengembalikan hak masyarakat. Dewi juga menagih janji Jokowi dan Jusuf Kalla ketika kampanye dulu yaitu menciptakan sembilan juta hektar lahan pertanian.
“Mendistribusikan tanah kepada petani adalah reforma agraria sejati. Ada 1772 konflik agraria akibat perkebunan, tambang, kehutanan, pesisir – kelautan, pembanguan infra struktur, penggusuran masyarakat miskin kota adalah dampak semua itu. Aparat masih bertindak Impresif, otoriter demi terus melakukan liberalisasi sumber-sumber agraria di tanah air,” kata Dewi Sartika dalam orasinya.
Ketua SPI Henry Saragih mengatakan,”Kita di sini melakukan demo pada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kala telah berjanji ingin memberikan tanah untuk petani yang tidak memiliki tanah sebanyak sembilan juta hektar,” ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih. Selama dua tahun pemerintahan Jokowi, lahan pertanian berkurang terus.
“Tapi hak kita malah dirampas, tanah kita diambil oleh perusahaan-perusahaan besar, dan hasil produksi kitapun dijual dengan harga murah, kita rugi,” tambah Henry.
“Pemerintah Jokowi-Kalla harus segera menjalankan reforma agraria sejati. Kita berdiri di sini mewakili petani seluruh Indonesia. Jokowi-JK kita tuntut untuk jalankan reforma agraria,” tegas Hendry dalam orasinya.
Sementara itu Sekjen KPA Iwan Nurdin dalam orasinya mengingatkan bahwa,” pemerintah belum pernah merayakan, belum mengucapkan terimakasih kepada kaum tani sehingga peringatan hari tani tidak pernah di gedung-gedung pemerintah, hanya ada di jalan-jalan bersama petani yang melawan. Itu artinya cita-cita kaum tani harus terus diperjuangkan oleh kaum tani yang melawan”
“Cita-cita kaum tani pemerintah harus menyediakan tanah yang cukup untuk seluruh petani Indonesia. Untuk apa tanah-tanah dikuasai oleh PTPN? Petani bisa menanam semuanya bukan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan dan kita menjadi buruh di dalamnya,” tegas Iwan Nurdin.
Alin mewakili WALHI dalam orasinya mengatakan,” pemerintah masih mengambil tanah para petani di Sumsel, Kalimantan untuk diserahkan pada perusahaan-perusahaan, padahal lahan mereka satu kampung cuma seribu hektar,” kata Alin.
Hak masyarakat adat berladang juga harus dipulihkan, lanjut Alin. “Bagaimana Jokowi mau bicara ketahanan pangan, kalau masyarakat adat dilarang berladang, karena dituduh sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan. Kebijakan Itu mengancam ketahanan pangan, ” seru Alin.***JLG