Tumbuhkan Kecintaan Anak Muda Pada Seni Kerajinan Indonesia

Pameran Meet the Makers 11 “Regenerasi “

Para Seniman yang ikut dalam Meet the Makers 11 dalam konferensi pers
Para Seniman yang ikut dalam Meet the Makers 11 Dalam Konferensi Pers

Jakarta 21/10/2016 – Pameran craft as art Meet the Makers yang diadakan tiap tahun, dalam pameran ke-11ini bekerja sama dengan Alun-Alun Indonesia, mengusung thema “Regenerasi Mempertahankan Tradisi” menghadirkan enam belas seniman, artisan, designer yang akan berpameran tanggal 21 Oktober – 2 November di Alun_Alun Indonesia. Mereka adalah Wiru, Lawe, Cinta Bumi Artisan, Borneo Chic, Batik Rifayah, Brahma Tirta Sari, Gerai Nusantara, Komunitas Tenun Mama Aleta Baun-NTT, Kanwinda/ Art of Dyeing, Pekunden, Tafean Pah, Marenggo Natural Dyes, Omah Batik Sekar Turi, Savu, Indonesian Heritage Society dan Keramik Bayat.

Bregas Harrimartoyo Steering Committee Meet The Makers 11 mengatakan, bahwa pameran ini menjadi ajang berbagi untuk generasi muda sebagai generasi penerus. “Yang ahli-ahli tenun, keramik dan seni lainnya sudah pada sepuh, jadi perlu memperkenalkan artisan-artisan muda, oleh karena itu untuk memperingati 9 tahun Alun-Alun Indonesia kami bekerjasama dengan Meet the Makers, ” Muryati menambahkan.

Ibu Yovita Meta dari Tafean Pah menerangkan saat mereka dipindahkan oleh pemerintah kondisi mereka sangat miskin. Hingga akhirnya pada tahun 1989 ada program studi banding ke Pulau Sabu. Kunjungan itu membuat dia berpikir bahwa tenun bisa dijual untuk menambah penghasilan dan mengapa tidak mencoba bertenun, sebab motif tenun Biboki juga banyak yang indah.

Itu bisa  mendorong masyarakat Biboki untuk mengangkat kaum perempuan dari masalah kemiskinan. “Pada awalnya saya coba bekerja dengan delapan perempuan penenun lalu 24 orang kemudian desa-desa lain ikut bergabung,” kata Yovita Meta. Tenun perempuan Biboki mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan mereka pun menenun dengan bangga sebagai masyarakat yang mampu menjaga identitas dan tradisi leluhur.

Dari Borneo Chic Crissy Guerrero mengatakan,” pengrajin itu kurang pandai menjual produk, lalu kita buat usaha ini. Kita buat ada produk secara regular. Dengan demikian kita juga bisa melestarikan hutan, karena kita tahu asap itu sudah jadi bencana,” papar Crissy. Borneo Chic memproduksi kain tradisional Suku Dayak Benuaq yaitu kain Ulap Doyo dengan teknik tenun ikat.

Ulap Doyo berasal dari tumbuhan sejenis pandan atau daun Doyo yang tumbuh di pinggiran hutan dan ladang sekitar Kampung Moncong dan Tanjung Isuy. Proses pembuatan kain Ulap Doyo membutuhkan waktu  sekitar satu bulan dengan 20 tahapan.

Sementara itu Suharno pengrajin grabah (Keramik Bayet) dengan tehnik pembuatan keramik tertua (puter miring) dari Desa Pagerjurang Meliakan Medi, Bayet, Klaten mengatakan regenerasi itu cukup sulit. Anak-anak sekarang lebih suka pekerjaan yang cepat menghasilkan. Sementara kita tidak mampu memberi contoh kongkrit pada anak-anak,  misalnya bisa dengan cepat menghasilkan materi. Masalah besarnya pendidikan dan pemerintah juga tidak perduli, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. “Dalam mendidik anak saya lebih mengutamakan skil non akademis,” papar Suharno. “Yang layak kita jual adalah jasa prosesnya. Boleh didikte pasar tapi alangkah baiknya kita yang mendikte pasar. Kreatifitas dan inovasi sangat peting,” tambah Suharno. p1040472

Rina Agustine mengatakan Gerai Nusantara berperan sebagai usaha pemasaran bagi produk-produk komunitas masyarakat adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). “Kami ingin menghadirkan masyarakat adat yang berbeda, cantik dan berbudaya,” kata Rina.

Dalam kesempatan ini Pincky Sudarman CEO Alun-Alun Indonesia mengatakan,” Banyak bintang-bintang seniman yang piawai dalam bidangnya masing-masing, ini bukti Indonesia adalah sebuah kotak harta karun,” kata Pincky Sudarman dalam sambutannya.***Jeffar Lumban Gaol

p1040464