Ketahanan Pangan Suku Moi
Kaladum 9/1/2017 – Mengkonsumsi Sagu sebagai sumber karbohidrat penting bagi Masyarakat Adat Suku Moi sekaligus jadi makanan pokok dan utama, selain beras. Bagi masyarakat Suku Moi, sagu merupakan bahan pangan lokal yang masih dikonsumsi masyarakat sampai sekarang, dalam bentuk Papeda maupun Sagu Purna. Secara umum sagu yang dihasilkan berupa sagu basah, dapat dijadikan bahan yang langsung diolah sebagai produk olahan siap saji.
Ibu Yuliana Sani bersama suaminya Yudas Siwele mengatakan bahwa proses pengolahan sagu menjadi papeda butuh waktu dan tenaga, karena proses pengerjaan menokok sagu bisa sampai satu minggu bahkan satu bulan. Mengolah sagu menjadi makanan pokok utama atau trigu melalui tahapan tebang pohon, bersihkan, belah dan menokok.
Menurut tradisi Suku Moi anak- anak kecil harus dibawa ke kebun dusun sagu jaraknya sekitar
kilometer dari perkampungan Kaladum, untuk melatih mereka sehingga ketika dewasa nantinya mereka bisa menokok sagu (mengolah) sebagai tradisi dan budaya Suku Moi diharapkan budaya Suku Moi ini tetap terjaga dari pengaruh luar.
Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan Suku Moi selalu membawa anak-anaknya ke kebun sagu. Sesampainya di kebun sagu orang tua lebih dulu menyalakan api demi menjaga dan melindungi anak dari gigitan nyamuk. Dahulu nenek moyang Suku Moi tidak menggunakan kelambu untuk melindungi anak-anak cukup dengan menyalakan api saja.
Generasi muda penerus Komunitas Masyarakat Adat Suku Moi sejak kecil dilatih oleh orang tua, mereka dibawa ke kebun sagu sehingga mereka tahu dan memahami seluk beluk tentang tokok menokok sagu. Di lokasi dusun sagu mereka bermain di sekitar areal tempat orang tua berkerja menokok sagu. Mereka bermain di tempat ramasan sagu dalam bahasa Moi disebut Iviyuk. Dalam bahasa Indonesia disebut tempat rama selai atau ampas sagu yang akan diolah menjadi papeda.
Menurut Ibu Dorkas Malamuk dan Ibu Fredia Ligit’ budaya
tokok sagu ini harus dipertahankan oleh generasi muda baik laki-laki maupun perempuan demi menjaga dan melestarikannya. “Jangan sampai budaya kami hilang karena anak-anak Suku Moi sudah banyak yang merasa malu dengan budaya sendiri, mereka lebih suka mengkonsumsi pangan dengan budaya lain maka kami mengajak kita semua harus kembangkan makanan pokok ini,” kata Ibu Dorkas dan disetujui Fredia.
“Papeda dan sagu adalah makanan tradisional Suku Moi sejak zaman nenek moyang kami Suku Moi sagu diolah menjadi tepung trigu menjadi makanan pokok yaitu papeda atau kapurung,” lanjut Bu Dorkas.
Proses menokok sagu yang sudah ditebang dikelola menjadi makanan pokok bagi masyarakat adat suku Moi, yang pertama mereka lakukan adalah membangun sebuah pondok untuk menghindari terik matahari dan hujan. Pada jaman dulu Suku Moi sudah menyadari dan mereka punya ide membangun tempat berlindung dari terik dan hujan. Alat yang digunakan untuk menokok sagu disebut lemek (penokok sagu dari besi, panjangnya 50 centi meter gelang besi dengan pengait kayu) **** FerddySiwele