Minahasa (22/11/2019), www.gaung.aman.or.id – Indra Congregations Piri, seorang pemuda adat asal kampung Ampreng. Sehari-hari ia menghabiskan waktu mengolah kebun bersama orangtuanya.
Sebagai anak petani, ia bangga dan selalu membantu orang tua mengolah kebun. Tomat dan cabai merupakan komoditas yang ditanam di kebun mereka. Selain dua jenis tanaman itu, padi dan mentimun juga menjadi komoditas pilihan yang ditanam para petani di kampung Ampreng.
Di kebun tomat mereka, ada sebuah pondok. Di pondok tersebut ia dan teman-temannya sering berkumpul. Teman-temannya juga kebanyakan anak petani. Mereka sering berkumpul ketika waktu bekerja usai. Pondok di kebun menjadi salah satu tempat mereka berkumpul, selain di rumah Indra.
Indra dan teman-temannya memang aktif mengolah kebun. Baik kebun orang tua mereka, maupun kebun yang mereka kelola bersama.
Mereka menggunakan kearifan lokal Minahasa sebagai metode untuk mengolah kebun. Mapalus dan Ru’kup nama kearifan tersebut.
Metode Mapalus dapat terlihat dari upaya mereka saling membantu dan bekerja bersama. Baik saat mengolah kebun orang tua mereka, maupun kebun mereka bersama.
Misalnya: apabila salah satu dari mereka membuka kebun atau saat panen di kebun orang tua mereka, para pemuda yang lain datang bersama bekerja, tanpa dibayar. Begitu juga, ketika tiba giliran anggota lain membuka kebun atau panen, orang yang sudah dibantu tersebut membalas dengan ikut mengolah kebun.
Mereka juga menggarap kebun secara bersama. Biasanya, itu kebun milik orang. Hasil dari kebun, kemudian dibagi sama rata kepada setiap yang terlibat dalam mengolah kebun.
Komoditas yang mereka tanam kebanyakan tomat dan cabai. Selain itu, mereka juga pernah menanam labu dan mentimun. Namun, karena area kebun tidak luas, kebanyakan yang ditanam hanya tomat dan cabai.
Tomat dipilih karena sangat bernilai ekonomis. Selain itu, tomat tidak perlu memerlukan lahan yang luas.
Di musim ini, tomat dan cabai memang menjanjikan. Seperti yang dituturkan Deddy Milanno Sarayar, sahabat Indra. Seperempat hektar kebun tomat dapat menghasilkan, sekitar 400 kas/peti/bakul tomat. Beratnya sekitar 20 kg. Sementara, saat ini harga per kas/peti/bakul, sekitar 400 ribu. Sehingga hasil yang didapatkan dalam sekali mengolah 1/4 hektar kebun tomat, sekitar Rp.160.000.000. Setelah dipotong biaya produksi, maka hasil bersih yang didapatkan sekitar 150 juta rupiah. Dalam setahun, bisa maksimal 3 kali menanam tomat. Bisa dihitung keuntungannya.
Selain tomat, cabai juga menjadi pilihan. Seperempat hektar kebun cabai dapat menghasilkan sekitar 1.000 kg. Saat ini harga cabai keriting mencapai Rp.50.000/kg. Sehingga, hasil yang didapatkan dari sekali mengolah kebun cabai sekitar Rp.50.000.000.
Namun, ketika harga tomat dan rica anjlok, petani mengalami kerugian.
Bahkan tidak balik modal. Namun, mereka sadar akan bahwa setiap pekerjaan memiliki resiko.
Upaya para pemuda kampung ini untuk berkebun yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan mengolah tanah supaya tidak ada lahan tidur. Ketika lahan diolah menjadi kebun, berarti proses kehidupan terus berlanjut.
Menurut mereka, mengolah kebun berarti menjaga kehidupan.
Mereka percaya bahwa tanah tempat mereka berpijak bisa memberikan kehidupan di tengah gempuran modernisasi dan menurunnya niat orang untuk berkebun.
Dalam waktu dekat, mereka akan melakukan kegiatan Smart Camp sebagai bagian dari Smartphone Movement. Smartphone Movement merupakan gerakan yang diinisiasi dan dimulai oleh Pengurus Daerah BPAN Minahasa Selatan (PD MINSEL) dan menyasar pemuda adat di kampung-kampung untuk bagaimana menggunakan teknologi terkini (smartphone) dalam mendokumentasikan kampung dan menjaga adat tradisi. Smartphone Movement memberikan pengetahuan bagaimana menggunakan smartphone untuk membuat foto, membuat film, membuat karya grafis (poster/flyer), dan tulisan.
Lewat Smartphone Movement, Indra dan para pemuda adat di kampungnya, akan mendokumentasikan aktivitas berkebun dan upaya menjaga adat budaya kampung.
Kalfein Wuisan