Lalu Kesumajayadi
Lombok, www.gaung.aman.or.id – Para pemuda adat se-Lombok menolak pembangunan kereta gantung di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani. Mereka juga menolak eksploitasi alam Rinjani untuk investasi yang mengatasnamakan kesejahteraan.
Masyarakat tidak membutuhkan kereta gantung karena kehidupan masyarakat tergantung pada kelestarian alam Rinjani sebagai sumber kehidupan.
Demikian pernyataan sikap Barisan Pemuda Adat Nusantara Wilayah Nusa Tenggara Barat (BPAN Wil NTB).
Wacana pembangunan kereta gantung
Sebelumnya pembangunan kereta gantung diwacanakan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Dan sekarang kembali dimunculkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Rencananya, launching pembangunan kereta gantung di Desa Karang Sidemen Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2020.
Alasan penolakan
Aspek lingkungan:
– Proyek pembangunan kereta gantung di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani akan memberi dampak perusakan lingkungan oleh commercial facilities development, karena jelas akan terjadi perubahan bentang alam yang signifikan apalagi luasan areal yang akan diminta izinnya lebih dari 500 hektar.
– Keberadaan kereta gantung di kawasan TNGR akan mengganggu habitat flora dan fauna di sepanjang jalur kabel dan tiang pancang kereta gantung yang bisa berdampak pada kepunahan.
– Masalah sampah hingga hari ini yang masih belum terselesaikan dengan baik. Meningkatnya kunjungan dengan adanya kereta gantung akan akan lebih mengkhawatirkan lagi.
Aspek ekonomi:
– Para porter dan warga yang menggantungkan hidupnya dari pendakian Rinjani juga akan hilang mata pencahariannya hanya karena ambisi proyek kereta gantung yang aliran uangnya akan kembali ke investor / pemodal, dan rakyat akan menjadi penonton.
Aspek spritual dan budaya:
– Masyarakat dan Gunung Rinjani adalah satu hubungan yang tidak terpisahkan, baik dari konteks spritual maupun hubungannya dengan alam yang memberi kesejahteraan bagi masyarakat yang mendiami pulau Lombok.
– Kawasan Gunung Rinjani adalah kawasan adat sebagai warisan budaya (the cultural heritage) dan bahkan menjadi warisan dunia (world heritage) dan diakui sebagai kawasan UNESCO Global Geopark yang harus dijaga nilai-nilai yang hingga saat ini masih disakralkan oleh masyarakat di pulau Lombok.
Penolakan ini merupakan bentuk penyelamatan. Gempa tahun 2018 kemarin adalah sebuah pelajaran berharga bagi kami. Apakah pemerintah tidak takut soal gempa 2018 lalu terjadi lagi? Gempa yang sewaktu-waktu datang menghampiri kita. Tidakkah takut jika kereta gantung beroperasi lalu itu gempa terjadi dan menyisakaan duka?
Sebagai pengingat, ketika gempa 2018 lalu ribuan orang harus dievakuasi ke Rinjani. Itulah salah satu mengapa Rinjani harus tetap dilindungi. Rinjani adalah tempat spritual, lokasi yang sakral. Banyak masyarakat kita, baik dari Lombok maupun yang dari luar Lombok datang untuk mendaki Rinjani dan nyepi di sana.
Jika kereta gantung dibangun, tak terbayangkan angka kunjungan yang meningkat akan menggangu ritual masyarakat.
Mendesak pemerintah
Karena itu, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah seharusnya lebih fokus ke penguatan infrastruktur pertanian, yang mana dipertengahan musim penghujan intensitas hujan yang rendah menyebabkan kekeringan. Masyarakat tidak hanya gagal panen, tapi juga gagal tanam.
Ini juga berkaitan dengan program-program pemerintah yang menyebabkan alih fungsi lahan yang berdampak pada perubahan iklim yang sangat drastis dirasakan oleh masyarakat Lombok. Saat hujan turun, banjir bandang pun mengancam.
Jadi Gubernur Nusa Tenggara Barat dengan jajarannya kami minta segera untuk menghentikan rencana pembangunan kereta gantung di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani!
Pewarta adalah Dewan Pemuda Adat Nusantara (DePAN) Region Bali – Nusa Tenggara (Bali-Nusra)