Masyarakat Adat Global Dalam Perubahan Iklim Menuju COP-21 Paris

Candido Mezua menyampaikan situasi & kondisi masyarakat adat di Amerika Latin
Candido Mezua (tengah) menyampaikan situasi & kondisi masyarakat adat di Amerika Latin

Jakarta 11/3/2015 – Hari ke – 2 rangkaian acara Roadshow “Kalau Bukan Kita Siapa Lagi” dengan topik bahasan wilayah adat, tanah hutan serta kepastian pengakuan perlindungan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal di Galeri ANTARA (11/3/2015) jam 11:00 -13:00 menghadirkan narasumber Mina Susana Setra (Deputi I AMAN), Muhamad Farid moderator, Candido Mezua (COONAPIP).

Isu pemanasan global (global warming) saat ini menjadi perbincangan hangat, pada tingkat internasional maupun nasional. Pemanasan global merupakan efek dari bertambahnya jumlah negara industri juga akibat maraknya deforestasi dan degradasi kawasan hutan, akibatnya lapisan ozon menipis dan bumi tak mampu lagi untuk menyerap panas yang dipantulkan cahaya matahari dan akibatnya suhu dan panas bumi meningkat.

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempunyai hutan tropis cukup baik dan hutan tersebut berada di wilayah masyarakat adat. Diskusi ini dilaksanakan untuk mendapat pandangan serta masukan dari masyarakat adat seluruh dunia untuk dibawa ke Konferensi tahunan (COP) yang akan berlangsung pada 7-8 Desember tahun 2015 di Le Bourget Paris.

Menurut Candido Mezua jika hanya dari Panama saja yang mempengaruhi pengambil keputusan di forum tersebut itu masih belum cukup kuat, bahkan jika ditambah enam negara lagi. Untuk bisa mempengaruhi pengambil keputusan dalam forum tersebut harus mengumpulkan semua suara dan perwakilan masyarakat adat, dengan cara itu diharapkan baru bisa mempengaruhi kebijakan mereka.

Lebih jauh Candido menyampaikan bahwa masyarakat adat selama ini sudah melindungi hutan secara cuma-cuma melindungi hutan mereka. Kita semua ingin menyelamatkan ibu bumi, maka semua orang harus melakukannya bersama-sama. Kalau kita tidak malakukan apa-apa itu artinya kita semua akan mati. Kalau ingin menyelamatkan ibu bumi, menyelamatkan masyarakat adat itu sama dengan menyelamatkan yang lainnya, menyelamatkan seluruh umat manusia.

Mina Susana Setra mengatakan berkaitan dengan COP Paris, di dunia Internasional kita memiliki jaringan The International Indigenous Peoples Forum on Climate Change (IIFPCC). Tempat berkumpulnya utusan-utusan masyarakat adat dari seluruh dunia sejak tahun 2007 dan terakhir di Bonn, Jerman. IIFPCC memantau perkembangan masyarakat adat di seluruh dunia dan setiap kali pertemuan dengan topik-topik yang berbeda.
Setiap waktu kita membagi tugas apa saja isu-isu penting yang harus kita ikuti terkait dengan masyarakat adat. Misalnya ada kelompok yang mengurus isu REDD, kelompok yang fokus terhadap adaptasi, kelompok yang fokus pada energi dan lain-lain. Kita mengikuti proses negosiasi teks dan terkadang kita juga menyampaikan teks untuk diikuti oleh pemerintah.

Untuk isu kali ini kami bersama AMAN khususnya AMPB – Aliansi masyarakat adat dari beberapa negara, kita bersama-sama membangun kampanye menuju ke Paris, membawa beberapa pesan penting untuk diingat oleh para negosiator yang akan hadir di Paris.

Ada empat pesan penting yang menurut kami sangat urgent

Yang pertama adalah tanah, wilayah dan sumber daya. Jadi penting sekali pengakuan yang jelas dari para negosiator pemerintah untuk memperhatikan hak masyarakat adat. Kita harapkan ada pengakuan dan perlindungan yang keluar dari IIFPCC nantinya. Ini sangat penting bagi masyarakat adat dan dunia secara global.
Ke dua adalah dengan Free Prior Informed Consent (FPIC), kami menginginkan bahwa semua project terkait dengan REED+, semua program pemerintah yang terkait dengan perubahan iklim harus melalui proses Free Prior Informed Consent dari komunitas masyarakat adat, di manapun proyek itu berada proses ini harus dilakukan.

Ke tiga terkait dengan pendanaan untuk masyarakat adat. Seperti kita ketahui sekarang negara di seluruh dunia ikut serta mengumpulkan resource untuk membiayai semua aktifitas yang terkait dengan perubahan iklim ini. Semua pemerintah ditagih komitmennya untuk menaruh uang di situ untuk mengurusi hal-hal yang terkait dengan perubahan iklim, mitigasi perubahan iklim dengan maksud membiayai kebutuhan-kebutuhan itu. Walaupun sekarang ini masih belum begitu jelas juga akan banyak uang di sana dari negara-negara Eropah. Tetapi di dunia International sekarang ada banyak sekali mempertanyakan isu perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi, yang sebetulnya banyak berkaitan dengan masyarakat adat, tetapi tidak punya concern pada masyarakat adat. Jadi pendanaan-pendanaan ini untuk mendanai berbagai poject tapi masyarakat adat tidak ada di dalamnya.
Dalam pesan yang ke tiga ini kami ingin bahwa setiap mekanisme pendanaan internasional yang dibangun oleh pemerintah harus mengalokasikan pendanaan itu untuk masyarakat adat, harus dipastikan ada alokasi dana untuk masyarakat adat.

Ke empat adalah berdasarkan pengalaman yang terjadi di seluruh negara sekarang ini sangat banyak sekali kekerasan, kriminalisasi, masyarakat adat diusir dari wilayah adatnya bahkan di banyak negara Amerika latin terdapat pembunuhan terhadap masyarakat yang melindungi wilayah adatnya.
Pesan kami yang ke empat adalah harus menghentikan pembunuhan, kriminalisasi, kekerasan, pengusiran masyarakat adat dari wilayah adat

“Pesannya adalah kalau mau zero deforestasi (deforestasi nol) harus disertai dengan upaya-upaya menghentikan upaya pembunuhan, kriminalisasi dan pengusiran masyarakat adat dari wilayahnya,” Mina Susana Setra menegaskan. ***JLG